Rabu, 01 April 2015

Sifat Fungsional Protein dari Frozen Mantle dan Fin Jumbo gigas Squid Dosidicus di Fungsi pH dan Kekuatan ion "revisi"

Sifat fungsional protein dari mantel dan sirip cumi dijelaskan berdasarkan profil fraksi serat otot dan protein mikroskopis. Fin memiliki tinggi konten dari jaringan ikat dan serat pengaturan kompleks. Myosin (MHC) ditemukan pada pecahan sarkoplasma, miofibril yang larut dalam alkali ditemukan pada mantle dan sirip cumi. Efek aditif konsentrasi garam dan pH mempengaruhi kelarutan dan sifat busa. Protein sirip dan mantel menghasilkan hasil dalam analisa kelarutan, tetapi terjadi perbedaan yang signifikan pada pH dan konsentrasi garam tertentu. Kapasitas busa  sebanding dengan kelarutan, Stabilitas busa juga dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi garam.

Cumi ini didistribusikan secara luas di Pacific Timur (Markaida dan Sosa-Nishizaki, 2003), memiliki siklus hidup 2 tahun. Di antara cumi-cumi panen, itu adalah spesies terbesar
(Markaida et al., 2004), tetapi berkembang perikanan tidak didirikan di Meksiko (Marti nez-Aguilar et al., 2006). Sebagai bahan makanan potensial, cumi-cumi mengandung semua asam amino esensial (Co'rdova-Murueta dan GARCI'a-Carren~o, 2002).

Di Meksiko, cumi jumbo adalah kurang dimanfaatkan sumber daya karena seluruh tubuh tidak selalu digunakan atau diproses. Kepala memiliki nilai komersial sekitar US $ 0,30 / kg, mantel lebih rendah nilai gunanya nya dan sirip tidak memiliki nilai guna sama sekali. Untuk alasan ini, mantel dan sirip biasanya dibuang setelah pengolahan (Kristinsson dan Hultin, 2003).

Karena enzim proteolitik endogen bertanggung jawab untuk hidrolisis dan pelunakan bahan baku (Gildberg, 1993), aktivitas enzim endogen menyebabkan pembelahan protein, yang  mempengaruhi aktivitas gel (Go'mez-Guille'net al., 1997; Konno et al., 2002; Taman et al., 2005).
Penanganan yang tepat selama panen dan transportasi merupakan langkah penting untuk melestarikan karakteristik asli olahan otot untuk menghindari menggunakan ditambahnya gelasi bahan. Dengan demikian, perlu untuk memverifikasi integritas serat otot dan molekul yang berguna, terutama rantai myosin berat (MHC) dan paramyosin (PM) untuk memastikan dan menjelaskan sifat-sifat protein dari otot.

Perlu mendapat perhatian utama dalam pengolahan makanan laut adalah untuk mencapai sifat optimal bahan baku tersebut selama pemrosesan. Untuk itu, utilitas protein cumi diperlakukan di bawah berbeda-beda. Karakterisasi protein cumi dari jaringan yang berbeda akan memajukan prediksi kinerja mereka selama pengolahan. Studi ini mengevaluasi beberapa sifat mantel cumi-cumi dan protein otot sirip bawah operasional variabel, terutama pH dan kekuatan ion.
  

Busa dan Stabilitas Busa
Efek aditif konsentrasi garam dan Ph yang ada pada cumi mempengaruhi kelarutan dan sifat busa.
Kapasitas busa sebanding dengan kelarutan. Stabilitas busa dipengaruhi oleh Ph dan konsentrasi garam.

Kelarutan merupakan syarat penting bagi suatu protein.

Efek dari Ph dibawah kekuatan ion yang berbeda pada kapasitas busa mantle dan sirip cumi :
  • Pada mantle cumi: Kapasitas busa minimum untuk protein mantle terjadi pada Ph 6, ketika garam ditambahkan Ph mengalami peningkatan yang signifikan dan dalam kapasitas busa terendah pada Ph 4
  • Pada sirip cumi: Kapasitas busa terendah terjadi di Ph 6 dengan konsentrasi garam 0, dan pH 4. Dan kapasitas busa terbesar pada pH 2 dan pH 12

Peningkatan konsentrasi garam menyebabkan penurunan busa nilai-nilai Ph dengan ekstrim. Pada analisa busa digunakan cara tidak langsung untuk memahami strutural protein

Kesimpulan:
Kelarutan cumi adalah syarat penting pembentukan busa.
Kondisi pH dan konsentrasi garam dalam mantel dan sirip cumi disebabkan perubahan protein yang tinggi atau rendahnya kelarutan sifat basa.



Minggu, 29 Maret 2015

Sifat Fungsional Protein dari Frozen Mantle dan Fin Jumbo gigas Squid Dosidicus di Fungsi pH dan kekuatan ion

Sifat fungsional protein dari mantel dan sirip yang jumbo gigas Dosidicus cumi dijelaskan berdasarkan profil fraksi serat otot dan protein mikroskopis. Fin memiliki tinggi konten dari jaringan ikat dan serat pengaturan kompleks. Myosin rantai berat (MHC) ditemukan pada pecahan sarkoplasma, miofibril dan larut-in-alkali mantel dan hanya dalam pecahan sarkoplasma dan larut-in-alkali sirip. Efek aditif konsentrasi garam dan pH mempengaruhi kelarutan dan sifat berbusa. Protein sirip dan mantel menghasilkan sejenis hasil dalam tes kelarutan, tetapi perbedaan yang signifikan terjadi untuk pH dan konsentrasi garam tertentu. Kapasitas busa yang sebanding dengan kelarutan, Stabilitas busa juga dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi garam.
Cumi-cumi adalah kelompok hewan cephalopoda besar atau jenis moluska yang hidup di laut. Nama itu ''Cephalopoda'' dalam bahasa Yunani berarti "kaki kepala", hal ini karena kakinya yang terpisah menjadi sejumlah tangan yang melingkari kepala.]Seperti semua cephalopoda, cumi cumi dipisahkan dengan memiliki kepala yang berbeda. Akson besar cumi-cumi ini memiliki diameter 1 mm. Cumi-cumi banyak digunakan sebagai makanan. Cumi-cumi adalah salah satu hewan dalam golongan invertebrata (tidak bertulang belakang).
Salah satu jenis cumi-cumi laut dalam, ''Heteroteuthis'', adalah yang memiliki kemampuan memancarkan cahaya. Organ yang mengeluarkan cahaya itu terletak pada ujung suatu juluran panjang yang menonjol di depan. Hal ini dikarenakan peristiwa luminasi yang terjadi pada cumi-cumi jenis ini. Heteroteuthis menyemprotkan sejumlah besar cairan bercahaya apabila dirinya merasa terganggu, proses ini sama seperti pada halnya cumi-cumi biasa yang menyemprotkan tinta.
Jumbo gigas Dosidicus cumi, didistribusikan secara luas di Pacific Timur (Markaida dan Sosa-Nishizaki, 2003), memiliki siklus hidup 2 tahun. Di antara cumi-cumi panen, itu adalah
spesies terbesar (Markaida et al., 2004), tetapi berkembang perikanan tidak didirikan di Meksiko (Marti nez-Aguilar et al., 2006). Sebagai bahan makanan potensial, cumi-cumi protein otot mengandung semua asam amino esensial (Co'rdova-Murueta dan GARCI'a-Carren~o, 2002). Di Meksiko, cumi jumbo adalah laut kurang dimanfaatkan sumber daya karena seluruh tubuh tidak selalu digunakan atau diproses. Kepala memiliki nilai komersial sekitar US $ 0,30 / kg, mantel lebih rendah dan sirip tidak memiliki nilai. Untuk alasan ini, mantel dan sirip biasanya dibuang setelah pengolahan (Kristinsson dan Hultin, 2003).

Karena enzim proteolitik endogen bertanggung jawab untuk hidrolisis dan pelunakan bahan baku (Gildberg, 1993), aktivitas enzim endogen menyebabkan pembelahan protein, yang negative mempengaruhi yang berguna properti, terutama gelling kapasitas (Go'mez-Guille'net al., 1997; Konno et al., 2002; Taman et al., 2005). Penanganan yang tepat selama panen dan transportasi merupakan langkah penting untuk melestarikan karakteristik asli olahan otot untuk menghindari menggunakan ditambahnya gelasi bahan. Dengan demikian, perlu untuk memverifikasi integritas serat otot dan molekul berguna, terutama rantai myosin berat (MHC) dan paramyosin (PM) untuk memastikan dan menjelaskan sifat-sifat protein dari sumber otot.
Sebuah perhatian utama dalam pengolahan makanan laut adalah untuk mencapai Sifat optimal bahan baku selama pemrosesan. Untuk itu, utilitas protein cumi diperlakukan di bawah berbeda-beda. Karakterisasi protein cumi dari jaringan yang berbeda akan memajukan prediksi kinerja mereka selama pengolahan. Studi ini mengevaluasi beberapa sifat mantel cumi-cumi dan protein otot sirip bawah operasional variabel, terutama pH dan kekuatan ion.

Busa dan Stabilitas Busa
Foaming kapasitas dan busa stabilitas diukur dengan metode Rudin (Wilde dan Clark, 1996), di mana triplicated 30 mL sampel ditempatkan dalam 10 cm gelas plastik diameter dan diaduk selama 1 menit dengan 3,5 cm diameter stainless steel plate agitator dengan pengaduk (HIDUP, Hamden, CT) dengan kecepatan tinggi dan kemudian dituangkan ke kering, silinder kaca 100 ml. Foaming kapasitas (% C) diukur segera setelah agitasi dan stabilitas busa (% S) dihitung setelah 1 jam.
Kelarutan merupakan syarat untuk sifat yang berguna protein (Damodaran, 1996); misalnya, homogenat dengan protein sangat larut diharapkan memiliki tinggi Kapasitas busa. Efek dari pH di bawah kekuatan ion yang berbeda pada kapasitas berbusa mantel cumi-cumi dan protein sirip.
Kelarutan merupakan syarat untuk sifat yang berguna protein (Damodaran, 1996); misalnya, homogenat dengan protein sangat larut diharapkan memiliki tinggi
berbusa kapasitas. Efek dari pH di bawah kekuatan ion yang berbeda pada kapasitas berbusa mantel cumi-cumi dan protein sirip yang ditunjukkan pada Gambar 4a dan 4b. Kapasitas berbusa minimum untuk protein mantel (Gambar 4a) terjadi pada pH 6, kelarutan terendah (Gambar 3a), bila tidak ada garam ditambahkan ke sistem.
Ketika garam ditambahkan, peningkatan yang signifikan dalam kapasitas busa terjadi pada pH 6. Busa terendah terjadi pada pH 4, ketika saya ¼0.2 dan 0,4 (Figura 4a). Untuk protein sirip, busa terendah terjadi di bawah kondisi yang sama: pH 6 dengan konsentrasi garam 0 dan pH 4 ketika konsentrasi garam adalah 0,2 dan 0,4 M. Protein ini selalu menunjukkan signifikan lebih berbusa dari mantel bawah kondisi ini (Angka 4a dan 4b). Di 0 M NaCl, berbusa terbesar terjadi pada pH 2 dan 12. Meningkatkan konsentrasi garam menyebabkan penurunan  busa nilai-nilai pH yang ekstrim, kecuali untuk protein sirip pada pH 12, di mana konsentrasi garam tidak signifikan efek pada busa. Foaming juga merupakan cara tidak langsung untuk memahami fitur structural protein. Properti ini secara langsung berkaitan dengan hidrofobisitas protein permukaan.
Konsentrasi garam dan pH dapat mempengaruhi tingkat muatan bersih protein permukaan, sehingga variabel tersebut mengakibatkan perubahan yang kuat dalam berbusa.
Foaming kapasitas yang sama untuk sirip dan mantel di pH basa. Dengan SDS-PAGE, kami menunjukkan bahwa MHC dan PM sangat larut pada kondisi basa (Gambar 2) meningkatkan kapasitas berbusa pada pH basa. Kedua jaringan dapat digunakan untuk tujuan pembentukan busa di produk makanan. Pada pH asam, kecuali pada pH 6 saat i ¼0.4, protein sirip memiliki berbusa signifikan lebih baik kapasitas, (Angka 4a dan 4b). Ini adalah informasi yang berguna ketika kondisi kerja harus asam dan tinggi berbusa kapasitas yang dibutuhkan. Untuk kondisi alkali yang ekstrim, seperti pH 12, stabilitas menurun pada semua kekuatan ionik. stabilitas minimum terjadi pada pH 6 untuk mantel ketika konsentrasi garam adalah 0,2 dan untuk sirip 0. Tergantung pada pilihan karakteristik produk akhir, kondisi yang meningkatkan atau mengurangi busa harus dipahami.

KESIMPULAN

Properti kelarutan protein cumi-cumi adalah penting prasyarat untuk pembentukan busa. Kondisi variable pH dan konsentrasi garam dalam mantel cumi dan protein sirip disebabkan perubahan protein permukaan biaya bersih yang mengakibatkan kisaran luas tinggi dan rendah kelarutan dan sifat berbusa. Gel kekuatan tinggi dapat dibentuk dari mantel cumi atau otot sirip. Sirip ditampilkan sifat yang mirip atau lebih baik dari mantel di semua tes. Kami menyimpulkan bahwa: (1) sirip cumi dapat dimasukkan menjadi produk makanan cumi-based dan (2) sesuai penanganan pasca-capture membantu untuk mempertahankan berguna sifat protein otot, terutama MHC protein.

Minggu, 08 Maret 2015

Reaksi pada karbohidrat

BAB I PENDAHULUAN

1.  LATAR BELAKANG
Karbohidrat atau Hidrat Arang adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya sebagai penghasil enersi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori. Walaupun lemak menghasilkan enersi lebih besar, namun karbohidrat lebih banyak di konsumsi sehari-hari sebagai bahan makanan pokok, terutama pada negara sedang berkembang. Di negara sedang berkembang karbohidrat dikonsumsi sekitar 70-80% dari total kalori, bahkan pada daerah-daerah miskin bisa mencapai 90%. Sedangkan pada negara maju karbohidrat dikonsumsi hanya sekitar 40-60%. Hal ini disebabkan sumber bahan makanan yang mengandung karbohidrat lebih murah harganya dibandingkan sumber bahan makanan kaya lemak maupun protein. Karbohidrat banyak ditemukan pada serealia (beras, gandum, jagung, kentang dan sebagainya), serta pada biji-bijian yang tersebar luas di alam.
                                  
Secara umum definisi karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom Karbon, Hidrogen dan Oksigen, dan pada umumnya unsur Hidrogen clan oksigen dalam komposisi menghasilkan H2O. Di dalam tubuh karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan sebagian dari gliserol lemak. Akan tetapi sebagian besar karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari, terutama sumber bahan makan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Sumber karbohidrat nabati dalam glikogen bentuk glikogen, hanya dijumpai pada otot dan hati dan karbohidrat dalam bentuk laktosa hanya dijumpai di dalam susu. Pada tumbuh-tumbuhan, karbohidrat di bentuk dari basil reaksi CO2 dan H2O melalui proses foto sintese di dalam sel-sel tumbuh-tumbuhan yang mengandung hijau daun (klorofil). Matahari merupakan sumber dari seluruh kehidupan, tanpa matahari tanda-tanda dari kehidupan tidak akan dijumpai.

Reaksi Fotosintesis
                           Cahaya M.
6 CO2 + 6 H2O---------------> C6H12O6 + 6 O2
Pada proses fotosintesis, klorofil pada tumbuh-tumbuhan akan menyerap dan menggunakan enersi matahari untuk membentuk karbohidrat dengan bahan utama CO2 dari udara dan air (H2O) yang berasal dari tanah. Enersi kimia yang terbentuk akan disimpan di dalam daun, batang, umbi, buah dan biji-bijian.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA
      Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber biokalori dalam bahan makanan, disamping itu         juga sebagai bahan pengental atau GMC pada teknologi makanan sebagai bahan penstabil, bahan       pemanis (sukrosa, glukosa, fruktosa) dan bahan bakar, misalnya pada glukosa dan pati dan                    sebagai penyusun struktur sel, misalnya selulosa dan khitin. (Sudarmadji, 1996)

    Menurut Winarno (1997:41), reaksi maillard merupakan reaksi antara karbohidart, khususnya gula     pereduksi dengan NH2  dari protein yang menghasilkan senyawa hidroksimetilfurfural yang               kemudian berlanjut menjadi furfural. Furfural yang terbentuk kemudian berpolimer membentuk         senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Melanoidin inilah yang memberikan warna coklat pada     chiffon cake yang dihasilkan. Menurut Nunung (2005 : 9), semakin tinggi protein yang                        ditambahkan   menyebabkan melanoidin yang dihasilkan memberikan intensitas warna yang                kurang, sehingga warna produk yang dihasilkan menjadi ungu kecoklatan.

    Selain itu perbedaan warna bagian luar pada roti tawar juga bisa diakibatkan terjadinya reaksi             maillard yang terjadi pada adonan karena perbedaan jumlah karbohidrat dan protein yang berbeda        (Winarno, 1997:41).

     Perbedaan jumlah tepung ubi jalar ungu dan tepung terigu menyebabkan perbedaan kandungan            karbohidrat pada masing-masing sampel. Didalam karbohidrat terdapat glukosa, sukrosa dan pati        yang dapat meningkatkan citarasa pada bahan makanan (Winarno, 1997:17). Misalnya sukrosa            menimbulkan rasa manis, sementara itu pati menimbulkan rasa yang khas pada makanan. Dengan      demikian adanya kandungan karbohidrat yang tinggi pada tepung ubi jalar ungu dibanding dengan      tepung terigu (83,81 : 77,0)  akan berpengaruh terhadap rasa yang dihasilkan                                        (http://www.bogasariflour.com). Semakin banyak prosentase tepung ubi jalar ungu yang                       digunakan rasa yang dihasilkan semakin manis khas ubi jalar ungu.

       Reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer, disebut         reaksi-reaksi Maillard. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering            dikehendaki atau kadang-kadang malahan menjadi pertanda penurunan mutu. Warna yang                  dikehendaki misalnya pada roti, daging, sate dan proses penggorengan ubi jalar. Gugus amina             primer biasanya terdapat pada bahan awal sebagai asam amino.

        Reaksi Maillard dapat terjadi, misalnya selama produksi pembakaan roti. Kehilangan tersebut             terutama terjadi pada bagian yang berwarna coklat (crust), yang mungkin karena terjadinya                  reaksi dengan gula pereduksi yang dibentuk selama proses fermentasi tetapi tidak habis                        digunakan oleh khamir (dari ragi roti).

        Meskipun gula-gula nonreduksi (misalnya sukrosa) tidak bereaksi dengan protein pada suhu               rendah, tetapi pada suhu tinggi ternyata dapat menimbulkan reaksi Maillard, yang pada suhu               tinggi terjadi pemecahan ikatan glikosidik dari sukrosa dan menghasilkan glukosa dan fruktosa.


BAB III PEMBAHASAN
A.        Karbohidrat Sederhana
Karbohidrat sederhana terdiri dari:
1.      Monosakarida
Sebagian besar monosakarida dikenal sebagai heksosa, karena terdiri atas 6-rantai atau cincin karbon. Atom-atom hidrogen dan oksigen terikat pada rantai atau cincin ini secara terpisah atau sebagai gugus hidroksil (OH). Ada tiga jenis heksosa yang penting dalam ilmu gizi, yaitu glukods, fruktosa, dan galaktosa. Ketiga macam monosakarida ini mengandung jenis dan jumlah atom yang sama, yaitu 6 atom karbon, 12 atom hidrogen, dan 6 atom oksigen. Perbedaannya hanya terletak pada cara penyusunan atom-atom hidrogen dan oksigen di sekitar atom-atom karbon. Perbedaan dalam susunan atom inilah yang menyebabkan perbedaan dalam tingkat kemanisan, daya larut, dan sifat lain ketiga monosakarida tersebut. Monosakarida yang terdapat di alam pada umumnya terdapat dalam bentuk isomer dekstro (D). gugus hidroksil ada karbon nomor 2 terletak di sebelah kanan. Struktur kimianya dapat berupa struktur terbuka atau struktur cincin. Jenis heksosa lain yang kurang penting dalam ilmu gizi adalah manosa. Monosakarida yang mempunyai lima atom karbon disebut pentosa, seperti ribosa dan arabinosa
·         Glukosa, dinamakan juga dekstrosa atau gula anggur, terdapat luas di alam dalam jumlah sedikit, yaitu di dalam sayur, buah, sirup jagung, sari pohon, dan bersamaan dengan fruktosa dalam madu. Glukosa memegang peranan sangat penting dalam ilmu gizi. Glukosa  merupakan hasil akhir pencernaan pati, sukrosa, maltosa, dan laktosa pada hewan dan manusia. Dalam proses metabolisme, glukosa  merupakan bentuk karbohidrat yang beredar di dalam tubuh dan di dalam sel merupakan sumber energi.
·         Fruktosa, dinamakan juga levulosa atau gula buah, adalah gula paling manis. Fruktosa mempunyai rumus kimia yang sama dengan glukosa, C6H12O6, namun strukturnya berbeda. Susunan atom dalam fruktosda merangsang jonjot kecapan pada lidah sehingga menimbulkan rasa manis.
·         Galaktosa, tidak terdapat bebas di alam seperti halnya glukosa dan fruktosa, akan tetapi terdapat dalam tubuh sebagai hasil pencernaan laktosa.
·         Manosa, jarang terdapat di dalam makanan. Di gurun pasir, seperti di Israel terdapat di dalam manna yang mereka olah untuk membuat roti.
·         Pentosa, merupakan bagian sel-sel semua bahan makanan alami. Jumlahnya sangat kecil, sehingga tidak penting sebagai sumber energi.

2.      Disakarida
Ada empat jenis disakarida, yaitu sukrosa atau sakarosa, maltosa, laktosa, dan trehaltosa.
Trehaltosa tidak begitu penting dalam ilmu gizi, oleh karena itu akan dibahas secara terbatas. Disakarida terdiri atas dua unit monosakarida yang terikat satu sama lain melalui reaksi kondensasi. kedua monosakarida saling mengikat berupa ikatan glikosidik melalui satu atom oksigen (O). ikatan glikosidik ini biasanya terjadi antara atom C nomor 1 dengan atom C nomor 4 dan membentuk ikatan alfa, dengan melepaskan satu molekul air. hanya karbohidrat yang unit monosakaridanya terikat dalam bentuk alfa yang dapat dicernakan. Disakarida dapat dipecah kembali mejadi dua molekul monosakarida
melalui reaksi hidrolisis. Glukosa terdapat pada ke empat jenis disakarida; monosakarida lainnya adalah fruktosa dan galaktosa
·         Sukrosa atau sakarosa dinamakan juga gula tebu atau gula bit. Secara komersial gula pasir yang 99% terdiri atas sukrosa dibuat dari keuda macam bahan makanan tersebut melalui proses penyulingan dan kristalisasi. Gula merah yang banayk digunakan di Indonesia dibuat dari tebu, kelapa atau enau melalui proses penyulingan tidak sempurna. Sukrosa juga terdapat di dalam buah, sayuran, dan madu.
·         Maltosa (gula malt) tidak terdapat bebas di alam. Maltosa terbentuk pada setiap pemecahan pati, seperti yang terjadi pada tumbuh- tumbuhan bila benih atau bijian berkecambah dan di dalam usus manusia pada pencernaan pati.
·         Laktosa (gula susu) hanya terdapat dalam susu dan terdiri atas satu unit glukosa dan satu unit galaktosa. Kekurangan laktase ini menyebabkan ketidaktahanan terhadap laktosa. Laktosa yang tidak dicerna tidak dapat diserap dan tetap tinggal dalam saluran pencernaan. Hal ini mempengaruhi jenis mikroorgnaisme yang tumbuh, yang menyebabkan gejala kembung, kejang perut, dan diare. Ketidaktahanan terhadap laktosa lebih banyak terjadi pada orang tua. Mlaktosa adalah gula yang rasanya paling tidak manis (seperenam manis glukosa) dan lebih sukar larut daripada disakarida lain.
·         Trehalosa seperti juga maltosa, terdiri atas dua mol glukosa dan dikenal sebagai gila jamur. Sebanyak 15% bagian kering jamur terdiri atas trehalosa. Trehalosa juga terdapat dalam serangga.
3.      Gula Alkohol
Gula alkohol terdapat di dalam alam dan dapat pula dibuat secara sintesis. Ada empat jenis gula alkohol yaitu sorbitol, manitol, dulsitol, dan inositol.
·         Sorbitol, terdapat di dalam beberapa jenis buah dan secara komersial dibuat dari glukosa. Enzim  aldosa reduktase dapat mengubah gugus aldehida (CHO) dalam glukosa menjadi alkohol (CH2OH). Struktur kimianya dapat dilihat di bawah.
Sorbitol banyak digunakan dalam minuman dan makanan khusus pasien diabetes, seperti minuman ringan, selai dan kue-kue. Tingkat kemanisan sorbitol hanya 60% bila dibandingkan dengan sukrosa, diabsorpsi lebih lambat dan diubah di dalam hati menjadi glukosa. Pengaruhnya terhadap kadar gula darah lebih kecil daripada sukrosa. Konsumsi lebih dari lima puluh gram sehari dapat menyebabkan diare pada pasien diabetes.
·         Manitol dan  Dulsitol adalah alkohol yang dibuat dari monosakarida manosa dan galaktosa. Manitol terdapat di dalam nanas, asparagus, ubi jalar, dan wortel. Secara komersialo manitol diekstraksi dari sejenis rumput laut. Kedua jenis alkohol ini banyak digunakan dalam industri pangan.
·         Inositol merupakan alkohol siklis yang menyerupai glukosa. Inositol terdfapat dalam banyak bahan makanan, terutama dalam sekam serealia.

4.      Oligosakarida
Oligosakarida terdiri atas polimer dua hingga sepuluh monosakarida.
·         Rafinosa, stakiosa, dan verbaskosa adalah oligosakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Ketiga jenis oligosakarida ini terdapat du dalam biji tumbuh-tumbuhan dan kacang-kacangan serta tidak dapat dipecah oleh enzim-enzim perncernaan.
·         Fruktan adalah sekelompok oligo dan polisakarida yang terdiri atas beberapa unit fruktosa yang terikat dengan satu molekul glukosa. Fruktan terdapat di dalam serealia, bawang merah, bawang putih, dan asparagus. Fruktan tidak dicernakan secara berarti. Sebagian ebsar di dalam usus besar difermentasi.



B.        Karbohidrat Kompleks
1. Polisakarida
Karbohidrat kompleks ini dapat mengandung sampai tiga ribu unit gula sederhana yang tersusun dalam bentuk rantai panjang lurus atau bercabang. Jenis polisakarida yang penting dalam ilmu gizi adalah pati, dekstrin, glikogen, dan polisakarida nonpati.
·         Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia di seluruh dunia. Pati terutama terdapat dalam padi-padian, biji-bijian, dan umbi-umbian.
Jumlah unit glukosa dan susunannya dalam satu jenis pati berbeda satu sama lain, bergantung jenis tanaman asalnya. Bentuk butiran pati ini berbeda satu sama lain dengan karakteristik tersendiri dalam hal daya larut, daya mengentalkan, dan rasa. Amilosa merupakan rantai panjang unit glukosa yang tidak bercabang, sedangkan amilopektin adfalah polimer yang susunannya bercabang-cabang dengan 15-30 unit glukosa pada tiap cabang.
·         Dekstrin merupakan produk antara pada perencanaan pati atau dibentuk melalui hidrolisis parsial pati. Dekstrin merupakan sumber utama karbohidrat dalam makanan lewat pipa (tube feeding). Cairan glukosa dalam hal ini merupakan campuran dekstrin, maltosa, glukosa, dan air. Karena molekulnya lebih besar dari sukrosa dan glukosa, dekstrin mempunyai pengaruh osmolar lebih kecil sehingga tidak mudah menimbulkan diare.
·         Glikogen dinamakan juga pati hewan karena merupakan bentuk simpanan karbohidrat di dalam tubuh manusia dan hewan, yang terutama terdapat di dalam hati dan otot. Dua pertiga bagian dari glikogen disimpan dalam otot dan selebihnya dalam hati. Glikogen dalam otot hanya dapat digunakan untuk keperluan energi di dalam otot tersebut, sedangkan glikogen dalam hati dapat digunakan sebagai sumber energi untuk keperluan semua sel tubuh. Kelebihan glukosa melampaui kemampuan menyimpannya dalam bentuk glikogen akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan lemak.
2.  Polisakari dan Nonpati/Serat
Serat akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian karena peranannya dalam mencegah berbagai penyakit. Ada dua golongan serat yaitu yang tidak dapat larut dan yang dapat larut dalam air. Serat yang tidak larut dalam air adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat yang larut dalam air adalah pektin, gum, mukilase, glukan, dan algal.

Fungsi karbohidrat
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber biokalori dalam bahan makanan, disamping itu juga sebagai bahan pengental atau GMC pada teknologi makanan sebagai bahan penstabil, bahan pemanis (sukrosa, glukosa, fruktosa) dan bahan bakar, misalnya pada glukosa dan pati dan sebagai penyusun struktur sel, misalnya selulosa dan khitin. (Sudarmadji, 1996)
Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan seperti rasa, warna dan tekstur. Sedangkan fungsi karbohidrat di dalam tubuh adalah:
1.      Fungsi utamanya sebagai sumber energi ( 1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori ) bagi kebutuhan sel-sel jaringan tubuh. Sebagian dari karbohidrat diubah langsung menjadi energi untuk aktifitas tubuh, dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk glikogen di hati dan otot. Ada beberapa jaringan tubuh seperti sistem syaraf dan eritrosit hanya dapat menggunakan energi yang berasal dari karbohidrat saja.
2.      Melindungi protein agar tidak terbakar sebagai penghasil energi.
3.      Kebutuhan tubuh akan energi merupakan prioritas pertama, bila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi untuk kebutuhan energi tubuh dan jika tidak cukup terdapat lemak di dalam makanan atau cadangan lemak yang disimpan di dalam tubuh, maka protein akan menggantikan fungsi karbohidrat sebagai penghasil energi. Dengan demikian protein akan meninggalkan fungsi utamanya sebagai zat pembangun. Apabila keadaan ini berlangsung terus-menerus, maka keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tidak dapat dihindari lagi.
4.      Membantu metabolisme lemak dan protein, dengan demikian dapat mencegah terjadinya ketosis dan pemecahan protein yang berlebihan.
5.      Di dalam hepar berfungsi untuk detoksifikasi zat-zat toksik tertentu.
6.      Beberapa jenis karbohidrat mempunyai fungsi khusus di dalam tubuh. Laktosa misalnya berfungsi membantu penyerapan kalsium. Ribosa merupakan komponen yang penting dalam asam nukleat.
7.      Selain itu beberapa golongan karbohidrat yang tidak dapat dicerna, mengandung serat (dietary fiber) berguna untuk pencernaan, seperti selulosa, pektin dan lignin.

Proses pencoklatan atau browning dapat kita temukan pada suatu bahan pangan, baik yang disengaja dengan maksud mempercantik tampilan atau menambah flavor, maupun yang tidak disengaja atau tidak diinginkan. Pada umumnya proses pencoklatan dapat di bagi menjadi dua jenis, proses pencoklatan yang enzimatik (dipengaruhi oleh substrat, enzim, suhu, waktu) dan nonenzimatik yang terbagi menjadi 3 macam reaksi yakni karamelisasi, reaksi Maillard dan pencoklatan akibat vitamin C.

Reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer, disebut reaksi-reaksi Maillard. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering dikehendaki atau kadang-kadang malahan menjadi pertanda penurunan mutu. Warna yang dikehendaki misalnya pada roti, daging, sate dan proses penggorengan ubi jalar. Gugus amina primer biasanya terdapat pada bahan awal sebagai asam amino.

Reaksi Maillard dapat terjadi, misalnya selama produksi pembakaan roti. Kehilangan tersebut terutama terjadi pada bagian yang berwarna coklat (crust), yang mungkin karena terjadinya reaksi dengan gula pereduksi yang dibentuk selama proses fermentasi tetapi tidak habis digunakan oleh khamir (dari ragi roti). Meskipun gula-gula nonreduksi (misalnya sukrosa) tidak bereaksi dengan protein pada suhu rendah, tetapi pada suhu tinggi ternyata dapat menimbulkan reaksi Maillard, yang pada suhu tinggi terjadi pemecahan ikatan glikosidik dari sukrosa dan menghasilkan glukosa dan fruktosa.

Dalam bahan pangan keberadaan karbohidrat kadang kala tidak sendiri melainkan berdampingan dengan zat gizi yang lain seperti protein dan lemak. Interaksi antara karbohidrat (gula) dengan protein telah dibahas, seperti tersebut diatas. Bahan pangan yang dominan kandungan karbohidratnya seperti singkong, ubi jalar, gula pasir, dll. Dalam pengolahan yang melibatkan pemanasan yang tinggi karbohidrat terutama gula akan mengalami karamelisasi (pencoklatan non enzimatis). Warna karamel ini kadang-kadang justru dikehendaki, tetapi jika dikehendaki karamelisasi yang berlebihan sebaliknya tidak diharapkan .

Faktor pengolahan juga sangat berpengaruh terhadap kandungan karbohidrat, terutama seratnya. Beras giling sudah barang tentu memiliki kadar serat makanan dan vitamin B1 (thiamin) yang lebih rendah dibandingkan dengan beras tumbuk. Demikian juga pencucian beras yang dilakukan berulang-ulang sebelum dimasak, akan sangat berperan dalam menurunkan kadar serat. Pengolahan buah menjadi sari buah juga akan menurunkan kadar serat, karena banyak serat akan terpisah pada saat proses penyaringan.
Gula pasir dapat disebut juga sukrosa yang merupakan disakarida, gula invert dan non gula reduksi. Sukrosa diperoleh dengan jalan mengkondensasi glukosa dan fruktosa, dapat diinversikan sehingga kemanisannya tinggi. Rumus molekul sukrosa adalah C12H22O11 dengan berat molekul 342,296. Sukrosa mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air. Semakin tinggi suhu, maka kelarutannya akan semakin besar. Pada suhu yang tinggi yaitu antara 190-220oC terjadi dekomposisi secara lengkap dan menghasilkan karamel. Pemanasan lebih lanjut akan menghasilkan CO2, CO, asam asetat dan aseton (Marsono, 1999).

Menurut Fennema (1985), gula berfungsi sebagai humektan, membantu pembentukan tekstur, memberi flavor melalui reaksi pencoklatan, memberi rasa manis. Selain itu, Buckle (1987), menyatakan bahwa apabila gula ditambahkan ke dalam bahan makanan pada konsentrasi cukup tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut) sebagian air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dan Aw dari bahan pangan akan menjadi berkurang. Daya larut yang tinggi dari gula dan kemampuannya mengurangi keseimbangan relatif (ERH) dan mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam proses pengawetan pangan.
PEMBAHASAN JURNAL:
1.         “ PERBEDAAN BROWNIES TEPUNG GANYONG DENGAN BROWNIES TEPUNG TERIGU DITINJAU DARI  KUALITAS INDERAWI DAN KANDUNGAN GIZI “ oleh Ali Fathullah JURUSAN TEKNOLOGI JASA DAN PRODUKSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Umbi-umbian merupakan sumber karbohidrat alternatif yang berasal dari sumber daya lokal. Umbi-umbian adalah segala jenis tanaman yang menghasilkan umbi. Tanaman umbi-umbian dapat tumbuh baik di daerah yang kesuburan tanahnya kurang baik dan pengairannya kurang bagus. Dilihat dari kandungan gizi dan kemudahan budi dayanya, umbi-umbian patut dikembangkan serta diawetkan dalam bentuk tepung dan pati (Murtiningsih & Suyanti, 2001:107). Tepung umbi-umbian diharapkan dapat diterima konsumen dari semua kalangan sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi dan diversifikasi pangan. Salah satu umbi-umbian yang dapat diproses menjadi tepung yaitu umbi ganyong. 

Ratnaningsih dkk (2010:3) menjelaskan bahwa di Indonesia dikenal dua varietas ganyong, yaitu ganyong merah dan ganyong putih. Umbi ganyong merah ditandai dengan warna batang, daun dan pelepahnya yang berwarna merah atau ungu. Memiliki kandungan pati rendah, sehingga lazimnya diolah dengan cara dikukus. Sementara itu, umbi ganyong putih ditandai dengan warna batang, daun, pelepahnya hijau dan sisik umbinya kecoklatan. Memiliki kandungan pati yang cukup tinggi, sehingga jenis ini yang sering diolah menjadi tepung ganyong. Tepung ganyong mengandung karbohidrat 85,20 gram per 100 gram dan protein 0,70 gram per 100 gram serta kandungan seratnya 2,204 gram per 100 gram (Direktorat Gizi Depkes RI, 1989).

Brownies merupakan salah satu jenis cake yang berwarna coklat kehitaman dengan tekstur sedikit lebih keras dari pada cake karena brownies tidak membutuhkan pengembang atau gluten (Astawan 2009:51). Tepung yang biasa digunakan dalam pembuatan brownies adalah tepung terigu. Tepung terigu mengandung karbohidrat 77,3 gram per 100 gram dan protein 8,9 gram per 100 gram. Dalam adonan, tepung berfungsi sebagai pembentuk struktur dan tekstur brownies, pengikat bahan-bahan lain dan mendistribusikannya secara merata, serta berperan dalam membentuk cita rasa. Tepung terigu yang biasa digunakan untuk membuat brownies adalah terigu protein rendah (Astawan, 2009:51). Tepung ganyong merupakan sumber karbohidrat seperti  tepung terigu, tetapi kandungan protein (gluten) tepung ganyong lebih rendah dibanding tepung terigu. Pembuatan brownies tidak membutuhkan gluten yang tinggi sehingga tepung terigu dimungkinkan dapat diganti dengan tepung ganyong sebagai bahan dasar brownies. 

Tepung terigu merupakan hasil penggilingan biji gandum bagian dalam (endosperma) tanpa melibatkan bagan lembaga dan dedak (lapisan luar) (Astawan, 2009:248).  Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan brownies adalah jenis tepung terigu lunak yang mengandung protein 7-9% tiap 100 g. Kriteria tepung terigu yang digunakan adalah butiran yang halus, bersih, tidak berbau apek dan kering.  

Tepung ganyong merupakan salah satu produk diversifikasi produk umbi ganyong. Tepung ganyong  berasal dari pengirisan umbi ganyong yang selanjutnya dikeringkan. Kriteria tepung ganyong yang digunakan adalah warna putih kecoklatan, tekstur halus, rasa agak manis dengan aroma harum khas ganyong dan kering.

brownies adalah sejenis kue yang termasuk kelompok cake yang berwarna coklat kehitaman dengan tekstur sedikit lebih keras dari pada cake. Bahannya terdiri dari tepung terigu, margarine, telur, gula, dan coklat (coklat bubuk dan coklat masak).
Tabel 1. Kandungan gizi per 100 gram brownies
NO
UNSUR GIZI
JUMLAH
1.
Energy (kkal)
434
2.
Karbohidrat (g)
76,6
3.
Lemak (g)
14
4.
Kalium (mg)
219
5.
Natrium (mg)
303
Sumber : Astawan (2009:53).
Brownies merupakan sumber energi yang baik. Berdasarkan tabel diatas nilai energi per 100 gram brownies adalah 434 kkal, melebihi beras (335 kkal/100 gram) ataupun mi (339 kkal/100 gram). Energi pada brownies umumnya bersal dari karbohidrat (yaitu tepung dan gula) serta lemak. Kadar karbohidrat pada brownies adalah 76,6 gram/100 gram sedangkan lemaknya mencapai 14 gram/100 gram.

Kandungan gizi yang lain dari brownies adalah kalium (219 mg/100 gram) dan natrium (303 mg/100 gram). Bagi penderita hipertensi tidak perlu menghindari mengkonsumsi brownies. Kandungan natrium yang tinggi pada brownies dapat diimbangi oleh kandungan kaliumnya. Natrium dan kalium akan bekerja sama mempertahankan tekanan osmotik didalam darah, selain juga membantu menjaga keseimbangan  asam dan basa (Astawan, 2009:53).



BAHAN PEMBUATAN ROTI
1.      Tepung terigu
Tepung terigu merupakan hasil penggilingan biji gandum bagian dalam (endosperma) tanpa melibatkan bagan lembaga dan dedak (lapisan luar) (Astawan, 2009:248). Tepung terigu memiliki karakteristik yang berbeda dengan tepung yang lain. Tepung terigu terbuat dari biji gandum yang mengandung protein (gluten). Setiap varietas biji gandum memiliki kandungan gluten yang berbeda-beda, karenanya dipasaran beredar berbagai jenis tepung terigu (Sutomo, 2012:40).

2.      Gula 
Menurut Sutomo (2012). Dipasaran banyak dijual aneka jenis gula. Masing-masing gula memiliki karakteristik dan tingkat kemanisan yang berbeda-beda. Dalam pembuatan kue, ada beberapa jenis gula berdasarkan bentuk fisik
diantaranya:
a. Gula pasir adalah gula yang dihasilkan dari tebu atau bid (sukrosa),
    mempunyai kristal yang besar, derajat kemanisan 100%
b. Gula kastor adalah gula pasir yang butirannya lebih halus, tingkat
    kemanisannya 100%
c. Gula bubuk (icing sugar) adalah gula pasir yang digiling halus seperti tepung.
d. Fondant adalah gula yang dimasak (sirup berwarna coklat yang ditambah 10% glukosa untuk mencegah pengkristalan pada permukaannya).
e. Brown sugar (farin): merupakan gula glukosa (tebu/bid) yang proses  pembuatannya belum selesai atau belum sempurna. Gula yang kristalnya
masih mengandung molases (sirup yang berwarna coklat yang muncul
Fungsi gula dalam pembuatan brownies, selain untuk memberikan  rasa juga berpengaruh terhadap pembentukan struktur brownies,  memperbaiki tekstur dan keempukan, memperpanjang kesegaran dengan  cara mengikat air, serta merangsang pembentukan warna yang baik. Selain  itu, gula yang ditambahkan juga dapat berfungsi sebagai pengawet karena  gula dapat mengurangi kadar air bahan pangan, sehingga dapat menghambat  pertumbuhan mikroorganisme (Astawan, 2009:51).

3.      Lemak
Lemak atau shortening adalah penambah lemak atau minyak untuk melembutkan roti, kue, dan sebagainya, atau untuk menggoreng ( YB Suhardjito, 2006 : 46 ). Penggunaan lemak dalam pembuatan brownies dapat meningkatkan rasa, menyebabkan produk tidak cepat menjadi keras dan lebih empuk. Selain itu, penambahan lemak menyebabkan nilai gizi dan rasa lezat brownies bertambah (Astawan, 2009:52) 

4.      Telur
Telur dalam pembuatan brownies berfungsi untuk membentuk suatu kerangka yang bertugas sebagai pembentuk struktur. Telur juga berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan menangkap udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan. Telur dapat mempengaruhi warna, aroma, dan rasa. Lisitin dan pada kuning telur mempunyai daya pengemulsi, sedangkan lutein (pigmen kuning telur) dapat membangkitkan warna produk
(Astawan, 2009:52).

5.      Coklat blok
Fungsi coklat blok dalam dalam pembuatan brownies yaitu memberikan rasa dan warna (Indriani, 2007:5). 

6.      Coklat bubuk
Coklat bubuk berfungsi untuk memperkuat rasa, aroma, dan warna pada pembuatan brownies (Cucu Cahyana & Yeni Ismani, 2004:10).

7.      Baking powder
Jumlah baking powder yang digunakan harus ditimbang secara tepat. Bila kuantitas baking powder melebihi batas, setelah mengembang di dalam oven, kue akan menjadi bantat atau mengkerut, remah kue berwarna gelap dan rasanya akan berbeda. Bila baking powder terlalu sedikit maka kue tidak dapat sepenuhnya mengembang sehingga susunannya menjadi padat dan berat (Suhadjito, 2006: 61-62).

8.      Garam
Jumlah garam yang diperlukan relatif sedikit, namun garam mempunyai fungsi yang sangat penting, antara lain; membangkitkan rasa lezat, menurunkan suhu penggulalian (caramelize) dalam adonan sehingga mempengaruhi  warna remah maupun kerak. Penggunaan garam dalam adonan harus diusahakan setepat mungkin sesuai resep. (Suhardjito, 2005:122).


Kandungan Kimia Brownies Tepung Ganyong dan Brownies Tepung Terigu
Sampel brownies diuji kandungan kimia untuk mengetahui kandungan karbohidrat dan serat kasar, dan hasilnya sebagaimana disajikan pada tabel berikut ini.








Tabel 32. Hasil Uji Kandungan Gizi Brownies Tepung Terigu dan Brownies Tepung ganyong
Kandungan Gizi
Brownies Tepung Terigu
(716)
Brownies Tepung Ganyong (546)
Karbohidrat
47,85%
47,96%
Serat kasar
3,46%
6,20%
Air
14,95%
15,71%
Lemak
30,42%
29,11%
Abu
2,03%
2,40%
Protein
4,74%
4,89%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat pada brownies tepung ganyong dan brownies tepung terigu hasil uji kimia kedua ampel bila dibandingkan menunjukkan hasil yang hampir sama hanya terpaut 0,5%. Pada kandungan serat brownies tepung ganyong lebih tinggi bila dibanding brownies tepung terigu selisihnya 2,74%.  Selain diuji kandungan karbohidrat dan serat juga diuji kandungan
air, lemak, abu, dan protein. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kandungan air pada brownies tepung ganyong dan brownies tepung terigu hasil hampir sama selisihnya 0,76%. Kandungan lemak pada brownies tepung ganyong dan brownies tepung terigu bila dibandingkan hasilnya lebih tinggi brownies tepung terigu selisihnya 1,31%.

Kandungan abu pada brownies tepung ganyong dan brownies tepung terigu bila dibandingkan hasinya hampir sama hanya terpaut 0,37%. Kandungan protein pada brownies tepung ganyong dan brownies tepung terigu bila dibandingkan hasilnyapun hampir sama hanya selisih 0,15%.  

Kualitas tekstur luar brownies
Tekstur luar brownies yang ideal adalah berpori rata lubang pori kecil. Dari hasil pengujian kedua sampel brownies yang diambil memiliki perbedaan yang signifikan. Dilihat dari rerata skornya sampel (716) brownies tepung terigu lebih baik dari pada sampel (546) brownies tepung ganyong karena memiliki rerata yang lebih besar. 

Adanya perbedaan yang signifikan antara kedua brownies disebabkan karena perbedaan bahan tepung yang digunakan yaitu tepung terigu dan tepung ganyong. Dalam adonan tepung berfungsi sebagai pembentuk struktur dan tekstur brownies, pengikat bahan-bahan lain dan mendistribusikannya secara merata, serta berperan dalam membentuk cita rasa (Astawan, 2009:51). Kedua tepung tersebut memiliki  kandungan kimiawi yang berbeda ditinjau dari  (Daftar Komposisi Bahan Makanan: 2005) Tepung terigu memiliki kandungan gluten 8,9 % sedangkan tepung ganyong tidak mengandung gluten. 

Kandungan gluten yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan brownies ditinjau dari tekstur luarnya yaitu tekstur pori yang berbeda pada brownies tepung terigu tekstur luarnya berpori rata lubang pori kecil sedangkan brownies tepung ganyong berpori rata lubang pori agak lebar. Meskipun pada dasarnya pembuatan brownies tidak membutuhkan pengembangan dari gluten (Astawan, 2009:51).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat pada brownies tepung ganyong sebesar 47,90% dan brownies tepung terigu sebesar 47,85%. Hasil uji kimia kedua sampel bila dibandingkan menunjukkan hasil yang hampir sama. Pada kandungan serat brownies tepung ganyong sebesar 6,20% lebih tinggi bila dibanding brownies tepung terigu sebesar 3,46% disebabkan karena perbedaan bahan dasar tepung yang digunakan. Tepung ganyong mengandung serat sebanyak  2,20 gram sedangkan tepung terigu tidak mengandung serat.  Brownies tepung ganyong memiliki keunggulan kandungan serat bila dibandingkan dengan brownies tepung terigu. Adapun manfaat serat yang terdapat pada makan adalah menjaga kesehatan usus, menurunkan kolesterol, mencegah diabetes, mencegah serangan jantung dan memperpanjang usia. (http://palingseru.com-manfaat-serat-bagi-tubuh-manusia).

Granula Pati
Ganyong mempunyai bentuk granula pati oval. Perbedaan bentuk maupun ukuran granula ternyata hanya untuk mengidentifikasi macam umbi atau merupakan ciri khas dari masing-masing pati umbi. Juliano dan Kongseree (1968) mengemukakan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara gelatinisasi dengan ukuran granula pati, tetapi suhu gelatinisasi mempunyai hubungan dengan kekompakan granula, kadar amilosa dan amilopektin.

Absorbsi air
Daya absorbsi air dari pati umbi-umbian perlu diketahui karena jumlah air yang ditambahkan pada pati mempengaruhi sifat dari system pati. Granula pati utuh tidak larut dalam air dingin. Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen mempunyai peranan untuk mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati maka kemampuan menyerap air semakin tinggi.

Kadar lemak
Kadar lemak dalam pati dan tepung dapat mengganggu proses gelatinisasi karena lemak mampu membentuk kompleks dengan amilosa sehingga menghambat keluarnya amilosa dari granula pati. Selain itu sebagian besar lemak akan diabsorbsi oleh permukaan granula sehingga berbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Lapisan lemak tersebut akan menghambat pengikatan air oleh granula pati. Hal ini menyebabkan kekentalan dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air berkurang untuk terjadinya pengembangan granula pati (Collison, 1968)

Kadar serat kasar
Kadar serat kasar terdiri atas selulosa dengan sedikit lignin dan hemiselulosa.  Secara umum pati mengandung serat kasar lebih rendah dibanding tepung karena proses ekstraksi sebagian serat yang berukuran besar terbuang bersama ampas. Kadar serat tepung dan pati dipengaruhi oleh umur panen umbi segarnya.
Jika kadar pati pada umbi telah mencapai optimum, maka selanjutnya pati pada umbi akan terus turun secara perlahan dan mulai terjadi perubahan pati menjadi serat (Wahid et al. 1992).

Kadar pati dan amilosa
Kadar amilosa dan amilopektin sangat berperan pada saat proses gelatinisasi, retrogradasi dan lebih menentukan karakteristik pasta pati (Jane et al. 1999).

Umbi ganyong memiliki warna kulit kekuningan dan putih sedikit kuning pada dagingnya.Hal iini disebabkan karena umbi ganyong mengandung fosfor yang dominan dan karbohidrat. Karena pada umumnya karbohidrat zat padat berwarna putih.

Misal setelah dilakukan perebusa pada umbi ganyong, terjadi perubahan pigmen. Daging umbi ganyong berubah menjadi warna kuning kecoklatan. Hal inin disebabkan karena pigmen yang terkandung dalam umbi ganyong peka terhadap panas, sehingga bebubah warna menajdi kuning kecoklatan.

Tepung ganyong yang dibuat tanpa perlakuan pendahuluan pendahuluan akan menghasilkan tepung yang warnanya kurang putih (cerah). Tepung umbi-umbian umumnya berwarna coklat (Haryadi, 1995). Hal ini disebabkan karena terjadi proses pencoklatan selama proses pembuatan tepung. Cai (1999) melaporkan bahwa dengan perlakuanAGROINTEK Vol 4, No. 2 Agustus 2010 101 pendahuluan pada pembuatan tepung garut menghasilkan tepung yang cerah. Perlakuan pendahuluan meliputi : banching, perendaman pada larutan garam dan natrium bisulfit

Tepung ganyong yang dihasilkan dengan perlakuan pendahuluan blanching mempunyai kapasitas penyerapan air yang rendah, sehingga membutuhkan waktu gelatinisasi yang lama. Waktu gelatinisasi adalah waktu terjadinya gelatinisasi sampai gelatinisasi maksimal yang menunjukkan sifat tanak (Desphande, 1983). Sedangkan suhu gelatinisasi pada tepung ganyong dengan perlakuan kontrol dan perendaman dalam larutan garam menunjukkan tidak beda. Hal ini diduga karena perlakuan tersebut tidak memberikan pengaruh pada granula pati. Sedangkan tepung ganyong yang diperoleh dengan perlakuan perendaman dalam natrium bisulfit memberikan suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Hal ini diduga bahwa perlakuan perendaman dalam natrium bisulfit dapat memberi perubahan pada sifat-sifat pati yang terdapat pada tepung tersebut.

2.      PEMBUATAN ROTI TAWAR DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG UBI UNGU (IPOMEA BATATAS) oleh: TRI MARTA FADHILAH

Roti tawar merupakan roti yang terbuat dari adonan tanpa menggunakan telur dengan sedikit gula atau tidak sama sekali, penggunaan gula pada pembuatan roti tawar hanya digunakan dalam percepatan proses fermentasi ( lilik Noer Yulianti 2004:28).

Roti tawar memiliki tekstur yang halus seperti kapas, ringan dan rasanya tawar. Biasanya roti tawar dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah keatas sebagai sarapan pagi, akan tetapi dengan perkembangan zaman roti tawar dapat dikonsumsi oleh semua kalangan sebagai sarapan pagi karena lebih praktis dalam penyajiannya. Sebagaian besar bahan dasar/bahan pokok pembuatan roti tawar adalah tepung terigu yang masih import. Oleh karena itu untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada tepung terigu maka pada penelitian ini peneliti mencoba untuk memanfaatkan bahan lokal dalam pembuatan roti tawar. Bahan lokal yang dipilih dalam pembuatan roti tawar ini adalah ubi jalar.

Ubi jalar merupakan sejenis umbi-umbian yang terdapat di Indonesia. Selama ini ubi jalar kurang atau belum banyak dimanfaatkan untuk dijadikan suatu produk makanan tambahan, harga ubi jalar terjangkau, ubi jalar mudah didapat dan tidak mengenal musim. Ubi jalar pada umumnya hanya direbus, dikukus atau digoreng saja untuk dimakan. Padahal di dalam ubi jalar terkandung zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh yaitu kandungan serat yang tinggi sehingga cukup baik bagi pencernaan. Kelemahan ubi jalar adalah cepat busuk jika dalam keadaan segar, ubi jalar ungu hanya memiliki masa simpan 5 bulan (Sarwono,2005:67). Oleh karena itu untuk meningkatkan nilai ekonomi dari ubi jalar tersebut maka diolah menjadi tepung ubi jalar. Dengan diolah menjadi tepung, ubi jalar memiliki beberapa keuntungan yaitu tahan lama, meningkatkan nilai jual dan praktis dalam penggunaan pembuatan makanan misalnya roti tawar dan lainnya. Pada penelitian ini  ubi jalar yang dipilih untuk dijadikan tepung adalah ubi jalar ungu karena ubi jalar ungu memiliki kandungan zat anthosianin yang cukup tinggi dibandingkan dengan ubi jalar yang lain yaitu 110,51 mg / 100g yang berfungsi sebagai anti kanker, anti bakteri perlindungan terhadap kerusakan hati, penyakit jantung dan stroke (Sarwono,2005:22) selain itu ingin menghasilkan roti tawar yang berwarna ungu tanpa menggunakan pewarna buatan.

Dalam pembuatan roti tawar pada dasarnya bahan utama yang digunakan adalah tepung terigu yang memiliki kandungan pati, karbohidrat sebagai sumber energi dan memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu 11% - 13% (Bogasari Baking Center,2006:1). Pada tepung ubi jalar ungu juga memiliki karakteristik yang hampir sama dengan tepung terigu yaitu memiliki kandungan pati, karbohidrat sebagai sumber energi dan memiliki protein, akan tetapi pada tepung ubi jalar ungu memiliki protein yang lebih rendah dari tepung terigu sehingga tepung ubi jalar ungu tidak dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan roti tawar melainkan hanya dapat dijadikan bahan pengganti sebagian kecil saja atau bahan subtitusi dari tepung terigu.

Dilihat dari kandungan gizinya tepung terigu dan tepung ubi jalar ungu memiliki keunggulan masing-masing. Pada tepung terigu mengandung kalori 365 Kal, protein 8,9 g, lemak 1,3 g, karbihidrat 77,3 g, dan pada tepung ubi jalar ungu mengandung kalori 151 Kal, protein 1,6 g, lemak 0,3 g, karbohidrat 35,4 g dan serat 0,7g. Dengan kandungan gizi yang lebih banyak tersebut tepung ubi jalar ungu dipilih dalam pembuatan roti tawar sehingga akan menghasilkan roti tawar yang rendah kalori, rendah lemak, tinggi serat dan yang paling penting mengandung zat anthosianin.
Artinya dengan mengkonsumsi roti tawar tepung terigu dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu dapat mencegah penyakit diabetes, mencegah penyakit kanker, dan mencegah penyakit jantung, selain itu roti tawar subtitusi tepung ubi jalar ungu ini juga lebih banyak mengandung serat sehingga baik untuk pencernaan dan untuk mencegah gangguan pencernaan seperti wasir, sembelit dan kanker kolon. Sehingga roti tawar ini dapat dikonsumsi oleh orang penderita diabetes, penderita kanker, penderita jantung, penderita pencernaan dan dapat juga dikonsumsi oleh orang yang sedang menjalani program diet.



HASIL PENELITIAN
1.                  Hasil Uji Inderawi
a) Warna dalam
Rerata skor menunjukkan bahwa rerata skor tertinggi berdasarkan indikator warna dalam adalah pada sampel A yaitu roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu 30% dengan rerata skor sebesar 3,73, maka sampel A adalah sampel terbaik.
Untuk mempermudah dan memperjelas perbedaan warna dalam pada roti tawar dapat dilihat pada gambar diagram berikut ini.

b) Warna Luar
Rerata skor menunjukkan bahwa rerata skor tertinggi berdasarkan indikator warna luar adalah pada sampel C yaitu roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu 10% dengan rerata skor sebesar 3,67, maka sampel C adalah sampel terbaik.
Untuk mempermudah dan memperjelas perbedaan warna dalam pada roti tawar dapat dilihat pada gambar diagram berikut ini.

c). Rasa
Rerata skor menunjukkan bahwa rerata skor tertinggi berdasarkan indikator rasa adalah pada sampel C yaitu roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu 10% dengan rerata skor sebesar 3,76, maka sampel C adalah sampel terbaik.

d) Aroma
Rerata skor menunjukkan bahwa rerata skor tertinggi berdasarkan indikator aroma adalah pada sampel A yaitu roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu 30% dengan rerata skor sebesar 3,65, maka sampel A adalah sampel terbaik.

e) Tekstur
Rerata skor menunjukkan bahwa rerata skor tertinggi berdasarkan indikator tekstur adalah pada sampel C yaitu roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu 10% dengan rerata skor sebesar 3,64, maka sampel C adalah sampel terbaik.

2.                  Hasil Uji Kesukaan
Uji kesukaan dilakukan untuk mengetahui minat masyarakat terhadap roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu hasil eksperimen. Berdasarkan hasil pengujian dari 80 orang panelis tidak terlatih dapat dilihat pada tabel halaman berikut ini.
Tabel 1. Ringkasan hasil uji kesukaan roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu.
Indikator
A
B
C
Skor %
Kriteria
Skor %
Kriteria
Skor %
Kriteria
Warna
76
Suka
83
sangat suka
81
sangat suka
Rasa
77
Suka
78
Suka
85
sangat suka
Aroma
76
Suka
80
Sangat Suka
83
sangat suka
Tekstur
78
Suka
79
Suka
83
sangat suka

3.                  Hasil Uji Laboratorium
Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui  kandungan zat anthosianin dan serat kasar didalam roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu. Berikut hasil uji laboratorium yang dilakukan di Laboratorium Pertanian Universitas Semarang.
Tabel 2.  Hasil Uji Laboratorium roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu.

No
Sampel
Kadar Zat Anthosianin (mg)
1.
A (tepung ubi jalar ungu 30% terigu 70%)
235,89

2.
B (tepung ubi jalar ungu 20% terigu 80%)
150,47
3.
C (Tepung ubi jalar ungu 10% terigu 90%)
76,34

No
Sampel
Kadar Serat Kasar (%)

1.
A. (tepung ubi jalar ungu 30% terigu 70%)
  2,34

2.
B. (tepung ubi jalar ungu 20% terigu 80%)
1,97
3.
C. (Tepung ubi jalar ungu 10% terigu 90%)
1,25


                










      PEMBAHASAN
Dalam sub bab pembahasan hasil penelitian ini, akan menjelaskan tentang kualitas roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu dilihat dari kualitas inderawi, hasil uji laboratorium dan hasil uji kesukaan.

1.1.  Kualitas roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu yang berbeda dilihat dari kualitas inderawi (warna dalam, warna luar, aroma, rasa, dan tekstur)

1). Kualitas warna dalam roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh 25 orang panelis menunjukkan bahwa kriteria warna dalam roti tawar yang baik adalah roti tawar dengan kode (421) yaitu dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 30% dengan kriteria warna ungu kecoklatan. Sedangkan untuk sampel yang kurang baik adalah sampel dengan kode (134) yaitu dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 10% dengan kriteria warna ungu keputihan. Dengan demikian perbedaan jumlah tepung ubi jalar ungu dengan tepung terigu  berpengaruh terhadap warna pada bagian dalam roti tawar.
Adanya perbedaan warna pada roti tawar khususnya pada warna bagian dalam, hal ini dikarenakan subtitusi (tepung ubi jalar ungu ) dan perbedaan prosentase tepung terigu yang digunakan. Perbedaan jumlah tersebut menyebabkan perbedaan kandungan protein yang berasal dari tepung terigu dan karbohidrat dari tepung ubi jalar ungu (9,0 : 2,79) dan (77,0 : 83,81) yang menyebabkan terjadinya reaksi maillard. Menurut Winarno (1997:41), reaksi maillard merupakan reaksi antara karbohidart, khususnya gula pereduksi dengan NH2  dari protein yang menghasilkan senyawa hidroksimetilfurfural yang kemudian berlanjut menjadi furfural. Furfural yang terbentuk kemudian berpolimer membentuk senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Melanoidin inilah yang memberikan warna coklat pada chiffon cake yang dihasilkan. Menurut Nunung (2005 : 9), semakin tinggi protein yang ditambahkan menyebabkan melanoidin yang dihasilkan memberikan intensitas warna yang kurang, sehingga warna produk yang dihasilkan menjadi ungu kecoklatan. Hal ini terlihat perbedaan pada sampel yang menggunakan 90% tepung terigu lebih putih dari pada sampel yang menggunakan tepung terigu 80%.

2). Kualitas warna luar roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu.
Tingkatan Kriteria warna bagian luar roti tawar hasil eksperimen dari yang terbaik adalah kuning kecoklatan, coklat muda, coklat dan coklat tua.  Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh 25 penelis diketahui bahwa sampel (134) dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 10% merupakan sampel yang terbaik, sedangkan sampel (421) merupakan sampel yang kurang baik karena pada sampel tersebut warna bagian luar yang dihasilkan berwarna coklat tua. 
Perbedaan warna pada bagian luar roti tawar dikarenakan kandungan gula yang terkandung pada tepung ubi jalar ungu yang  cukup tinggi yaitu 83,81 (http://www.bogasariflour.com).


Maka formula 30% : 70% (tepung ubi jalar ungu : tepung terigu ) warna pada bagian luar roti tawar yang dihasilkan berwarna coklat tua, sedangkan untuk formula 10% : 90% (tepung ubi jalar ungu : tepung terigu ) menghasilkan warna bagian luar kuning kecoklatan, hal ini dikarenakan jumlah kandungan gula pada adonan yang cukup tinggi.

Selain itu perbedaan warna bagian luar pada roti tawar juga bisa diakibatkan terjadinya reaksi maillard yang terjadi pada adonan karena perbedaan jumlah karbohidrat dan protein yang berbeda (Winarno, 1997:41). Menurut Sangkan Paran (2009 : 40)), fungsi gula pada pembuatan roti tawar adalah sebagai pemberi rasa, aroma dan membentuk warna pada kulit roti tawar sehingga jumlah subtitusi sangat berpengaruh pada warna. Adanya kandungan gula pada tepung ubi jalar ungu dan gula pada adonan membuat kandungan gula pada adonan menjadi tinggi sehingga pada saat adonan dioven maka akan terjadi proses karamelisasi pada adonan dan menimbulkan reaksi browning (munculnya warna coklat ) pada bagian luar roti tawar.

Selain itu pada permukaan roti tawar menjadi basah dibanding dengan sampel yang lain. Hal ini dapat dilihat pada sampel 421 dengan sampel 134, dimana pada sampel 421 permukaan roti tawar basah sedangkan pada sampel 134 tidak. 

3). Kualitas rasa roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu.
Berdasarkan hasil penilaian oleh 25 orang panelis menunjukkan adanya perbedaan rasa yang dihasilkan pada roti tawar hasil eksperimen. Menurut panelis sampel dengan kode (134) dengan subtitusi tepung ubi jalar 10% merupakan sampel terbaik, sedangkan untuk sampel dengan kode (421) dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 30% merupakan sampel yang kurang baik.

Dari hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan prosentase penggunaan tepung ubi jalar ungu dan tepung terigu pada pembuatan roti tawar ini berpengaruh terhadap rasa pada roti tawar yang dihasilkan. Hal ini karena pada tepung baik ubi jalar ungu maupun tepung terigu mempunyai kandungan karbohidrat, lemak, dan protein yang berbeda-beda. Karbohidrat berperan dalam menentukan karakteristik bahan makanan misalnya rasa, warna dan tekstur. Lemak berperan dalam memberi flavor tertentu pada bahan pangan. Protein berfungsi mengendalikan tekstur, penampilan dan flavor pangan (Sangkan Paran (2009:41). 

Perbedaan jumlah tepung ubi jalar ungu dan tepung terigu menyebabkan perbedaan kandungan karbohidrat pada masing-masing sampel. Didalam karbohidrat terdapat glukosa, sukrosa dan pati yang dapat meningkatkan citarasa pada bahan makanan (Winarno, 1997:17). Misalnya sukrosa menimbulkan rasa manis, sementara itu pati menimbulkan rasa yang khas pada makanan. Dengan demikian adanya kandungan karbohidrat yang tinggi pada tepung ubi jalar ungu dibanding dengan tepung terigu (83,81 : 77,0)  akan berpengaruh terhadap rasa yang dihasilkan (http://www.bogasariflour.com).
Semakin banyak prosentase tepung ubi jalar ungu yang digunakan rasa yang dihasilkan semakin manis khas ubi jalar ungu.
Tetapi jika dilihat dari hasil penilaian panelis agak terlatih lebih menyukai sampel 134 dengan jumlah tepung ubi jalar ungu rendah (10%) karena rasa manis yang dihasilkan lebih seimbang dibandingkan dengan sampel (421) dan sampel (189). 

4). Kualitas aroma roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu.
Dari hasil penilaian yang dilakukan oleh 25 penelis agak terlatih mununjukkan sampel (421) dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 30%  merupakan sampel terbaik yaitu dengan kriteria beraroma khas ubi jalar ungu. Sedangkan sampel (134) dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 10% merupakan sampel yang kurang baik dengan kriteria aroma kurang khas ubi jalar ungu.

Penggunaan tepung ubi jalar ungu dan tepung terigu pada pembuatan roti tawar ini berpengaruh terhadap aroma roti tawar yang dihasilkan. Karena perbedaan jumlah tepung ubi jalar ungu dan tepung terigu menyebabkan kandungan protein yang terdapat pada tepung terigu dan karbohidrat pada tepung ubi jalar ungu berbeda. Adanya perbedaan protein dan karbohidrat menyebabkan terjadinya reaksi maillard, pada saat adonan dioven menghasilkan senyawa-senyawa volatil, sehingga menghasilkan aroma yang khas pada roti tawar yang dihasilkan (Winarno, 1997:41). Maka semakin banyak penggunaan tepung ubi jalar ungu maka aroma yang dihasilkan lebih khas ubi jalar ungu dibandingkan dengan roti tawar yang disubstitusi dengan tepung terigu.  

5). Kualitas tekstur roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu.
Hasil analisis yang dilakukan oleh 25 orang panelis menunjukkan bahwa perbeadaan prosentase tepung ubi jalar ungu dan tepung terigu pada pembuatan roti tawar berpengaruh terhadap tekstur pada roti tawar yang dihasilkan. Sampel dengan kode (421) dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu 30% kurang disukai oleh panelis karena teksturnya berpori lembut dan padat atau kurang ringan. Berbeda  dengan sampel (134) yaitu dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 10% dan tepung terigu 90% lebih banyak disukai oleh panelis karena teksturnya berpori lembut dan tidak padat serta dari penampilan sampel 134 mengembang tinggi dibanding dengan sampel yang lain. 

Perbedaan prosentase tepung ubi jalar ungu dan tepung terigu menyebabkan kandungan protein, karbohidrat, lemak dan kandungan air pada tiap sampel berbeda. Dalam pembentukan tekstur dipengaruhi oleh protein, kandungan air, karbohidrat, lemak, suhu dan lama pemasakan. Menurut Nunung (2005 : 41), selama pengovenan terjadi peningkatan suhu dan tekanan uap air sehingga gelembung-gelembung udara pecah dan meninggalkan pori-pori  pada roti tawar. Tekstur pada roti tawar yang menggunakan 30% tepung ubi jalar ungu berpori lembut dan kurang mengembang tinggi sedangkan tekstur roti tawar yang disubstitusikan dengan tepung terigu 10% dapat mengembang tinggi dan pori-porinya kurang lembut semakin banyak tepung terigu yang disubstitusikan pengembangannya semakin tinggi.
Hal ini dikarenakan pada tepung terigu mengandung protein yang tinggi dibanding dengan tepung ubi jalar ungu (9 : 2,79). Protein (gluten) pada tepung terigu berfungsi sebagai pembentuk struktur roti dan pengikat bahan yang lain. Maka semakin banyak tepung terigu yang digunakan semakin tinggi volume roti tawar. Sebaliknya pada tepung roti tawar yang menggunakan 30% tepung ubi jalar ungu kurang mengembang tinggi (Sangkan Paran, 2009:38). 

1.2.  Pembahasan Hasil Uji Laboratorium
Berdasarkan data hasil uji laboratorium diperoleh hasil sampel roti tawar yang terbaik dari kandungan zat anthosianin dan serat kasar diperoleh kode 421 dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 30% dengan zat anthosianin 235,89 mg dan serat kasar 2,34%. untuk sampel kode 189 dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu 20% dengan zat anthosianin 150,47 mg dan serat kasar 1,97% sampel dengan kode 134 dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu 10% dengan zat anthosianin 76,34 mg dan serat kasar 1,25%.  Adanya perbedaan jumlah zat anthosianin dan serat kasar pada masing-masing sampel dikeranakan perbeadaan jumlah tepung yang digunakan dalam pembuatan roti tawar, semakin banyak tepung yang digunakan maka semakin tinggi kandungan zat anthosianin dan serat kasarnya.

Adanya kandungan zat anthosianin pada roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu mampu membantu memenuhi kebutuhan zat anthosianin (zat anti kanker) yang dapat berfungsi sebagai pencegah penyakin kanker, sedangkan kandungan serat pada roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu mampu memenuhi kebutuhan serat yang berfungsi untuk memperlancar buang air besar dan mencegah sembelit.

1.3.  Pembahasan Uji Kesukaan Masyarakat terhadap roti tawar dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu.
Menurut kelompok mahasiswi putri dan kelompok mahasiswa putra lebih menyukai sampel dengan kode (134) dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu 10% dengan kriteria warna coklat keputihan, tawar khas ubi jalar ungu, aroma kurang khas ubi jalar ungu dan tekstur berpori lembut dan tidak padat atau ringan. Kedua kelompok panelis kurang terlatih ini lebih menyukai sampel (134) dibanding dengan sampel yang lain karena jika dilihat dari penampakannya sampel (134) lebih menarik dari pada sampel (421) dan sampel (189). Sampel (134) dilihat dari segi tekstur berpori lembut, mengembang tinggi dan ringan dibandingkan dengan sampel 421 dan 189. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan prosentase subtitusi tepung ubi jalar dan terigu yang digunakan dalam pemubatan roti tawar tersebut.  Dari segi warna, dilihat dari warna bagian dalam sampel 134 berwarna ungu keputihan sehingga panelis beranggapan bahwa warna tersebut merupakan warna terbaik yang ditunjang dengan warna bagian luar yang kuning kecoklatan dibandingkan dengan sampel (421) dan sampel (189) yang berwarna coklat dan warna bagian luar (kulit) yang agak coklat pula. Dan kemungkinan juga panelis tidak terlatih ini beranggapan bahwa warna coklat pada sampel (421) dan sampel (189) karena gosong sehingga panelis lebih menyukai sampel (134).

Dilihat dari segi rasa sampel 134 memiliki rasa tawar khas ubi jalar ungu dibanding dengan sampel sampel 189 dan 421 karena pada kedua sampel tersebut prosentase subtitusi tepung ubi jalar ungu yang digunakan lebih banyak dibanding dengan sampel 134 sehingga pada sampel 421 dan 189 memiliki rasa yang lebih manis. Pada aspek aroma sampel 421 dan 189 lebih dominan ubi jalar ungu dibanding dengan 134 sehingga masyarakat lebih menyukai sampel tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat  jarang mengkonsumsi roti yang bersubtitusi tepung ubi jalar ungu, maka pada saat melakukan penilaian panelis tidak terlatih lebih memilih pada sampel yang prosentase subtitusi tepung ubi jalar ungunya lebih sedikit.   

Sedangkan untuk hasil uji kesukaan secara keseluruhan menunjukkan bahwa sampel yang paling disukai adalah sampel dengan kode (134) yaitu dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 10%. Panelis agak terlatih menyukai sampel tersebut karena warna bagian dalam yang tidak telalu coklat dibanding dengan sampel (421) dan sampel (189) yang berwarna coklat. Hal ini dimungkinkan karena warna ungu kecoklatan tidak pada umumnya atau tidak seperti yang ada dipasaran, sehingga panelis kurang menyukai sampel tersebut. Melihat fenomena saat ini masyarakat lebih menyukai produk yang makanan yang berbahan alami khususnya pewarna pada makanan. Padahal jika dikaji lebih lanjut warna coklat yang terjadi pada sampel (421) dan (189) bukan berasal dari pewarna buatan tetapi terjadi karena perbedaan jumlah karbohidrat dan protein pada masing-masing sampel sehingga mengalami reaksi maillard pada saat dipanaskan (Winarno, 1997:41). Selain itu dibanding dengan tepung terigu, tepung ubi jalar ungu mengandung zat anthosianin dan serat  yang bermanfaat bagi tubuh. Menurut hasil uji kimia pada sampel (421) dengan warna coklat keunguan lebih banyak mengandung zat anthosianin dan serat (235,89 mg dan 2,34%) dibanding dengan sampel (134) dengan warna kurang coklat (76,34 mg dan 1,25%).

1.4.  Daya simpan roti tawar subtitusi tepung ubi jalar ungu
Daya simpan roti tawar subtitusi tepung ubi jalar ungu ini hanya dapat bertahan sampai 3 hari dari pada roti tawar murni tepung terigu. Hal itu disebabkan karena kandungan kadar air pada tepung ubi ungu lebih tinggi dari pada tepung terigu yaitu 15% untuk tepung ubi jalar ungu dan 10­% - 14% untuk tepung terigu. Dengan kandungan air yang lebih tinggi itu sangat mempengaruhi tekstur dari hasil roti tawar dan daya simpan dari hasil roti tawar.

Semakin banyak tepung ubi jalar ungu yang dipergunakan maka daya simpan atau keawetan dari roti tawar semakin berkurang. Dari 3 sampel yang telah dibuat yaitu 421 (subtitusi tepung ubi jalar ungu 30%), 189 (subtitusi tepung ubi jalar ungu 20%) dan 134 (subtitusi tepung ubi jalar ungu 10%), daya simpannya yang lebih tahan lama adalah sampel 134 (subtitusi tepung ubi ungu 10%) yaitu 3 hari karena lebih sedikit dalam penggunaan tepung ubi jalar ungunya.

3.      KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK DONAT KENTANG READY TO COOK SETELAH PROSES PEMBEKUAN oleh: Halimahtussahdiah Dalimunth, Novelina, Aisman Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau Manis-Padang

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman umbi yang hidup di daerah dataran  tinggi.  Umbi  kentanmerupakan sumber karbohidrat oleh karena itu sangat persfektif  sebagai  bahan baku  produk  pangan yang mampu meningkatkan status gizi masyarakat. Donat kentang merupakan salah satu bentuk hasil olahan yang berbahan baku dari kentang. Donat dengan penambahan bahan baku kentang memiliki nilai gizi yang lebih baik dibandingkan     dengan     donat     biasa     tanpa penambahan  kentang.  Hal  ini  disebabkan karena kandungan kentang   yang kaya dengan karbohidrat, serat, vitamin A dan B, sodium, potassium, fosfor dan zat besi.

Pembuatan adonan donat merupakan pekerjaan yang cukup sulit bagi sebagian orang. Tetapi, disisi lain masyarakat ingin menyajikan sesuatu makanan ringan (camilan) yang bergizi untuk keluarga. Dengan menyediakan adonan donat ready to cook yang sudah dibekukan, merupakan salah satu alternatif pengawetan bahan  pangan,  tetapi  masimempunyai  rasa dan  penampilan  yang  tidak berbeda  dari adonan baru.

Menurut (Rohana, 2002). Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut, dengan membekunya sebagian kandungan air bahan  atau  dengan  terbentuknya  es ketersediaan air menurun, maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat mempertahankan mutu bahan pangan. Pembekuan dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan yang lebih baik daripada metoda lain, karena pengawetan dengan suhu rendah (pembekuan) dapat menghambat aktivitas mikroba yang dapat mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan pangan.
Ada  dua  hal  yang  perlu  diperhatikan agar bahan beku memiliki kualitas yang baik, yaitu (1) laju pembekuan harus tinggi dan (2) suhu penyimpanan konstan. Pada umumnya pembekuan dengan kecepatan tinggi menghasilkan   produk   dengan   kualita yang lebih baik daripada pembekuan dengan kecepatan rendah (Afriyanti,2008).

Pembuata donat   kentang   (Indriani,2011 modifikasi)
Pemilihan kentang yang berkualitas baik sebanyak 250gr dan dibersihkan. Varietas kentang    yang    digunakan    adalah    varietas granola. Kentang dikukus sampai matang ± 30 menit hingga matang. Pembuatan adonan donat, kentang   yang  telah  dihaluskan  ditambahkan tepung  terigu  sebanyak  500g,  ditambahkan  2butir  kuning  telur,  75g  mentega,  100g  gula halus,50ml air, 50g susu bubuk dan  5g garam, kemudian  diaduk  hingga  kalis.  Kemudian  ragi (6g)    dimasukkan    kedalam    Adonan    Donat Kentang difermentasi selama lebih kurang 60 menit. Pencetakan donat dan dibiarkan mengembang sekitar 10 menit, kemudian dilakukan pengemasan dengan menggunakan wadah tertutup.Dimasukkan ke dalam freezer pada suhu-20C.

A = kontrol (tanpa penyimpanan) B = pembekuan 6 hari
C = pembekuan 12 hari
D = pembekuan 18 hari E = pembekuan 24 hari F = pembekuan 30 hari

Selanjutnya penggorengan dengan metode  deep  frying  sesuai  dengan  perlakuan dan dilanjutkan dengan analisa fisik dan analisa kimia

Derajat  pengembangan  (Sukaminah  et  al,
2002)
Derajat pengembangan adonan diukur berdasarkan pengembangan volume adonan yang dihitung dengan membandingkan volume sebelum penggorengan dengan volume sesudah penggorengan. Adonan diukur tebal dan diameternya  (mmdengan  menggunakan jangka sorong. Rumus dari derajat pengembangan adonan adalah :

Derajat    Pengembangan   =    volume    akhir    volume awal
volume awal

Kadar Air Metode Oven (Sudarmadji et. al,
1984)
Bersihkan cawan aluminium dari kotoran, kemudian keringkan dalam oven pada suhu 110 C selama 1-2 jam. Setelah itu masukkan cawan ke dalam desikator sampai dingin kemudian timbang cawan tersebut.Masukkan 1-2 gr bahan ke dalam cawan dan timbang kembali. Keringkan dalam oven pada suhu 100-110oC selama 3-5 jam, tergantung pada bahan. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator dan timbang.

Kadar Lemak (Sudarmadji et. al, 1984)
Labu lemak yang digunakan dikeringkan dalam oven dan ditimbang. Sampel   dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 gram, lalu dibungkus dengan kertas saring yang telah dikeringkan. Kemudian kertas  saring  dan sampel dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan labu lemak dibawahnya. Tuangkan helksan (pelarut  lemak)  ke  dalam  labu lemak secukupnya dan refluks selama 6 jam. Pelarut yang ada didalam labu lemak diekstraksi dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 ºC. Setelah dikeringkan, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang sampai berat konstan.

Daya Serap Minyak (AOAC,1995)
Penetuan serapan minyak dapat dilakukan dengan mengukur kadar lemak terlebih dahulu, dimana serapan minyak adalah selisih antara kadar lemak bahan setelah digoreng dengan kadar lemak bahan sebelum digoreng.
Serapan minyak = Kadar minyak bahan setelah digoreng Kadar minyak bahan sebelum digoreng

Kadar Protein (Sudarmadji et. al, 1984)
Pengukuran kadar protein dilakuan dengan metode semi mikro Kjeldahl (Sudarmaji et al, 1984). Bahan ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan kedalam labu kjeldahl. Kemudian sampel ditambahkan 1 g selenium mix, 15 ml H2SO4 pekat.
Lalu dipanaskan dalam ruangan asam sampai berwarna hijau muda jernih. Sampel dipindahkan kedalam labu ukur 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera. Sampel dipipet 10 ml larutan tersebut dan dimasukkan kedalam alat destilasi kjeldahl, tambahkan 10 ml NaOH 50%. Hasil destilasi ditampung dengan 10 ml asam borat 2% dan 3 tetes indikator MMB. Dilakukan destilasi sampai penampungan mencapai 100 ml. Kemudian hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terbentuk warna merah muda. Dilakukan hal yang sama terhadap blanko.

Kadar Abu (Sudarmadji et al, 1984)
Cawan pengabuan dikeringkan dalam oven 30 menit pada suhu 105 C, didinginkan
dalam desikator lalu ditimbang. Sebanyak 2-3 g contoh ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya dan diarangkan di atas nyala pembakar. Kemudian diabukan di dalam tanur listrik dalam desikator. Timbang beratnya.

Kadar Karbohidrat (Winarno,1997)
Penentuan kadar karbohidratmenggunakan by difference dengan cara: 

Kadar Karbohidrat (%) = 100% - %(air +protein + lemak +abu)

Analisis Nilai Kalori dengan sistem Atwater
(AOAC,1980)
Penentuan nilai kalori makanan dapat dilakukan dengan menggunakan sistem atwater
menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein, serta nilai energi makanan tersebut. Faktor atwater menurut masing-masing komposisi zat gizi adalah sebagai berikut : 4 Kkal/gr untuk karbohidrat, 4 Kkal untuk protein dan 9 Kkal untuk lemak. 

Penetapan kadar pati dengan metode Luff
Schrool (Sudarmadji et al, 1984)
Timbang dengan teliti 3 gram bahan dan masukkan ke dalam erlemeyer 100 ml. Tambahkan 200 ml HCl 3% dan beberapa batu didih. Hubungkan dengan kondensor dan didihkan selama 3 jam. Netralkan dengan NaOH 4 N dan tambahkan asam asetat pekat 1 ml. Masukkan ke dalam labu ukur 250 ml atau 500 ml dan tempatkan sampai tanda tera. Saring dengan penyaring berlipat kering, lalu pipet 10 ml saringan ke dalam Erlenmeyer 300 ml. Tambahkan 25 ml larutan luff, 15 ml air dan beberapa batu didih. Hubungkan dengan kondensor dan didihkan selama 10 menit (gunakan stopwatch).Tambahkan 10 ml larutan KI 30 % dan 25 ml H2SO4 4 N. Titrasi dengan
larutan thio 0,1 N sebagai indikator digunakan larutan kanji (misal a ml). Blanko dikerjakan dengan menggunakan 25 ml larutan luff dan 10 ml air destilasi (misal b ml)

Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan berdasarkan  Soekarto (1981). Uji organoleptik dilakukan
terhadap produk dengan panelis sebanyak 20 orang. Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk yang dihasilkan.
Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan yang meliputi rasa,aroma dan tekstur dengan skala 1–5 dimana nilai 1 menyatakan sangat tidak suka,2 menyatakan tidak suka, 3 menyatakan biasa, 4 menyatakan suka dan 5 menyatakan sangat suka. 


HASIL DAN PEMBAHASAN

Derajat pengembangan 
Tabel 1. Nilai rata-rata derajat pengembangan donat kentang ready to cook  

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa derajat pengembangan donat kentang
berkisar 80,00-88,67%. Semakin lama pembekuan, derajat pengembangan donat kentang semakin menurun. Hal ini disebabkan karena menurunnya gluten pada donat kentang yang telah dibekukan setelah thawing. Menurunnya gluten disebabkan terjadinya denaturasi protein saat pembekuan. Gluten memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan pengembangan roti yang baik (Winarno, 2007)

Pengembangan roti terjadi sebagai hasil dari suatu reaksi yang berurutan. Disini terdapat pengaruh fisis yang murni dari panas terhadap gas yang terjebak sehingga menaikkan tekanan. Tambahan lagi karena kebanyakan gas yang dilepaskan terjebak dalam film gluten yang elastis, sel gas mengembang dengan sendirinya. Dalam adonan terdapat sejumlah besar sel gas yang kecil-kecil dimana setiap gas mengembang dan mengakibatkan volume bertambah. Pengembangan pada roti atau donat  juga disebabkan oleh aktivitas metabolism dalam khamir sejalan dengan naiknya suhu adonan sampai titik non aktifnya khamir (Desroisier, 1988).

Menurut Winarno (1992) bahwa derajat pengembangan dipengaruhi oleh konsentrasi,
suhu, pH larutan, gula, garam, lemak dan protein. Gula menurunkan kekentalan karena gula mengikat air sehingga menghambat pembengkakan granula. Sedangkan Lemak
membentuk ikatan kompleks dengan amilosa pada saat pemanasan granula sehingga menghambat pelepasan amilosa.



Kadar air
Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air donat kentang ready to cook  


Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa kadar air donat kentang sebelum penggorengan berkisar 32,00-36,33% dan donat kentang setelah penggorengan berkisar 18,00-23,33%. Menurunnya kadar air disebabkan berkurangnya sifat hidrofilitas sehingga menurunkan kemampuan mengikat air karena proses penyimpanan beku terjadi denaturasi protein yang menyebabkan gugus hidrofilik. Jumlah air yang diserap terutama sekali bergantung pada jumlah dan kemampuan gugus hidrofilik untuk melakukan ikatan dengan air. Hal ini sesuai dengan penelitian Afriyanto (1995) cit Rospiati (2006) dimana kadar air akan menurun dengan meningkatnya lama penyimpanan beku.

Pada proses pembekuan, sebagian besar air, baik air bebas maupun air terikat akan berubah menjadi es (Effendi, 2009). Kadar air donat kentang setelah penggorengan lebih rendah dibandingkan kadar air sebelum penggorengan. Hal ini disebabkan karena pada saat penggorengan, air akan keluar melalui rongga-rongga makanan yang peqnggorengan yang kemudian digantikan oleh minyak (Viona, 2003).  Menurut Winarno (1991), air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan pangan juga menentukan acceptibility, kesegaran dan daya tahan bahan itu. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kadar air yaitu jenis bahan dan komponen yang ada di
dalamnya, serta cara dan kondisi pengeringan, seperti alat, suhu, ketebalan bahan dan lama pengeringan, Kadar air juga merupakan salah satu parameter yang dijadikan standar untuk memperoleh kerenyahan yang baik, selain itu agar pertumbuhan mikroba dan reaksi kimia yang merusak makanan dapat dikurangi (Winarno, 1991).







Kadar Lemak
Tabel 3.Nilai rata-rata kadar lemak donat kentang ready to cook setelah pembekuan 
  
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa kadar lemak donat kentang sebelum
penggorengan berkisar 5,00-6,33% dan donat kentang setelah penggorengan berkisar 19,67-24,33%. Kadar lemak donat sebelum dan setelah di goreng ini memenuhi standar SNI 01-2000 tentang syarat mutu donat. Kadar lemak sebelum pengorengan maksimal 30% dan setelah  penggorengan 33%. Semakin lama pembekuan maka kadar lemak donat kentang semakin menurun. Hal ini disebabkan selain karena pengaruh suhu tinggi, suhu rendah juga menyebabkan oksidasi lemak (Dahlia,dkk., 2011). 

Menurut Varnam dan Sutherland (1995) cit Rospiati (2006), Reaksi oksidasi lemak masih terus berlangsung pada suhu rendah. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan oksidasi lemak pada suhu rendah adalah suhu yang digunakan, kandungan lemak, oksigen dan aktivitas air. Adanya aktivitas enzim seperti enzim lipase juga dapat memicu terjadinya oksidasi lemak pada suhu rendah. Oksidasi lemak baru benar-benar berhenti pada suhu -30 C, dimana hampir semua air telah membeku.  Pada penyimpanan beku kandungan fosfolipid dan triasilgliserol sangat mempengaruhi kecepatan oksidasi lemak. Fosfolipid akan lebih mudah teroksidasi dibandingkan triasilgliserol. Hal ini disebabkan karena fosfolipid mengandung asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi terutama asam lemak linoleat dan arakidonat. 

Kadar lemak pada donat kentang dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan seperti telur, susu, mentega, dan sebagainya. Kadar lemak berhubungan dengan ketahanan produk yang dihasilkan terhadap ketengikan karena oksidasi lemak. Meningkatnya Kadar lemak donat kentang setelah penggorengan dibandingkan donat kentang sebelum penggorengan karena disumbang oleh minyak penggorengan. 







Daya Serap Minyak
Tabel 4. Nilai rata-rata daya serap minyak Donat kentang ready to cook setelah pembekuan
Tabel 4 menunjukkan bahwa daya serap minyak donat kentang berkisar 14,33-17,67%.  Penyerapan minyak dipengaruhi oleh suhu, lama penggorengan, sifat bahan, dan porositas bahan. Kadar lemak yang diukur pada donat kentang menunjukkan minyak goreng yang terserap kedalam bahan selama proses penggorengan. Suhu yang tinggi menyebabkan dehidrasi lebih banyak pada permukaan bahan sehingga lebih banyak terdapat ruang kosong yang diisi oleh minyak (Ketaren,1986). 

Penurunan daya serap minyak ini disebabkan karena menurunnya kadar air dan kadar lemak, sehingga pada saat terjadi proses penggorengan akan menyebabkan rongga-rongga yang berisi air semakin sedikit pada saat penggorengan, dari rongga-rongga tersebut akan keluar air yang kemudian akan digantikan minyak.  Makanan yang di goreng mempunyai struktur yang sama, yaitu lapisanpermukaan (outer zone surface), lapisantengah (crust)  dan lapisan dalam (core).Minyak yang diserap untuk mengempukkan crust makanan, sesuai dengan jumlah airyang menguap pada saat menggoreng.Jumlah yang terserap tergantung dari perbandingan antara lapisan tengah dan lapisan dalam. Semakin tebal lapisan tengah dan lapisan dalam maka semakin banyak minyak yang terserap.

Kadar Protein
Tabel 5. Nilai rata-rata kadar protein donat kentang ready to cook setelah pembekuan

Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar protein donat kentang sebelum penggorengan berkisar 6,33-11,00% dan donat kentang setelah penggorengan berkisar 5,67-9,33%. 

Kadar protein dari donat kentang dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan seperti penggunaan tepung terigu, telur, susu dan sebagainya. Semakin lama pembekuan, maka kadar protein semakin menurun. Penurunan kadar protein ini disebabkan karena terjadinya denaturasi protein. Menurut Kusnandar (2010) denaturasi protein adalah terjadinya modifikasi struktur sekunder, tersier, dan kuarter dari protein tanpa menyebabkan pemutusan ikatan peptida dan perubahan sekuen asam amino pada stuktur protein. Protein yang telah mengalami proses denaturasi disebut protein terdenaturasi. Perubahan struktur protein ini biasanya menyebabkan perubahan sifat fisikokimia protein secara irreversibel, seperti hilangnya sifat kelarutan dan aktifitas
biologisnya (misalnya sebagai enzim). 

Denaturasi protein dapat disebabkan oleh suhu rendah dan suhu tinggi. Pada suhu rendah, pertama air bebas akan membeku, kemudian di ikuti oleh air jenis lain. Dengan demikian rantai-rantai polipeptida protein akan saling mendekat sehingga terbentuk jembatan-jembatan antara protein sehingga menggumpal (dalam pendinginan proses ini akan lambat). Untuk makanan yang telah mengalami denaturasi protein setelah di thawing, air tidak dapat di absorbs kembali. Sehingga akan mempengaruhi tekstur dari bahan pangan tersebut (Dahlia,dkk.2011). Sedangkan pada suhu tinggi, misalnya karena pemanasan juga menyebabkan denaturasi protein. Suhu
terjadinya denaturasi berbeda untuk jenis protein yang berbeda. Pemanasan dapat menyebabkan perubahan struktur tersier protein, namun tidak menyebabkan perubahan susunan asam aminonya.

Denaturasi protein dapat menyebabkan bahan pangan yang mengandung protein mengalami perubahan tekstur, kehilangan daya ikat air, atau mengalami pengkerutan (Kusnandar,2010) Protein terdenaturasi pada suhu beku disebabkan karena perubahan
kandungan air, perubahan lemak, dan aktivitas enzim trimethylamin oksidase dimana denaturasi protein ini menyebabkan terpecahnya ikatan hydrogen dan ikatan hidrofobik.












Kadar Abu
Tabel 6. Nilai rata-rata kadar abu donat kentang ready to cook setelah pembekuan
      
Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar abu donat kentang sebelum penggorengan berkisar 1,33-4,33% dan donat kentang setelah penggorengan berkisar 1,00-4,00%. Semakin lama pembekuan maka kadar abu semakin menurun. Hal ini disebabkan akibat adanya loss drip (cairan yang keluar/eksudasi) yang terjadi pada saat thawing,drip menyebabkan beberapa nutrient seperti garam, mineral yang larut dalam air akan terbawa bersama air yang keluar dari donat kentang.

Sebagian besar makanan, yaitu 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal dengan zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar namun zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Mineral terdiri dari kalsium, natrium, klor, fosfor, belerang, magnesium dan komponen lain dalam jumlah yang kecil (Winarno,2004).

Kadar Karbohidrat
Tabel 7. Nilai rata-rata Kadar karbohidrat donatkentang ready to cook setelah pembekuan

Tabel 7 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat donat kentang sebelum penggorengan berkisar 37,00-53,33% dan donat kentang setelah penggorengan berkisar 39,33-54,33%. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain (Winarno, 2004). 

Analisis paling mudah untuk menentukan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan yaitu dengan cara perhitungan kasar (proximat analysis) atau juga disebut carbohydrate by difference

Analisis Nilai Kalori
Tabel 8. Nilai rata-rata analisis nilai kalori donat kentang ready to cook  setelah pembekuan
Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai kalori donat kentang sebelum pembekuan berkisar 266,33-289,00 Kkal per gram dan donat kentang setelah pembekuan berkisar 413,00-423,00 Kkal per gram. Nilai kalori merupakan nilai yang diperoleh dari konversi protein, lemak dan karbohidrat menjadi energi. Sumber energy terbesar adalah lemak yang menghasilkan 9 Kkal energi per 100 gram, sedangkan karbohidrat dan protein menghasilkan eneri sebesar 4 Kkal per 100 gram.

Kadar Pati
Tabel 9. Nilai rata-rata Kadar pati donat kentang ready to cook setelah pembekuan
    
Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar pati donat kentang sebelum pembekuan berkisar 11,00-14,33% dan donat kentang setelah pembekuan berkisar 10,67-14,00%.  Penurunan kadar pati disebabkan oleh pengaruh suhu rendah sehingga menyebabkan retrogradasi pada pati. Retrogradasi pati adalah pembentukan ikatan-ikatan hidrogen yang terbentuk antara gugus hidroksil pada molekul-molekul amilosa dan amilopektin sehingga membentuk tekstur yang rigid (keras). Ikatan hidrogen ini akan semakin menguat bila suhu diturunkan sehingga struktur pati akan semakin padat. Terjadinya retrogradasi pati akan menyebabkan sineresis, perubahan tekstur dan penurunan pati (Kusnandar, 2010)

Uji organoleptik
Tabel 10.Tingkat Penerimaan Panelis terhadaptekstur, warna, aroma dan rasa donat kentang
a.Tekstur
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa penerimaan panelis yang menyatakan suka dan sangat suka terhadap tekstur donat kentang berkisar 60-95%. Produk yang paling disukai panelis adalah donat kentang dengan pembekuan 6 hari yang memiliki tingkat kesukaan yang paling tinggi, yaitu 95%. Hal ini disebabkan karena donat kentang dengan pembekuan 6 hari memiliki tekstur yang lebih lembut Menurut Desroisier (1988) pengurangan jumlah air bebas dalam bahan pangan diharapkan dapat memperbaiki kualitas tekstur bahan pangan yang dibekukan.
Makin lebih sempurna perubahan dari air bebas ke keadaan yang lebih stabil, makin baik retensi kualitas bahan pangan tersebut. Keadaan susunan tekstur donat kentang dapat dinilai dengan cara menekan dengan jari dan meraba permukaan donat kentang tersebut. Setiap bahan makanan memiliki tekstur tersendiri. Hal ini tergantung pada fisik, ukuran dan bentuk sel yang dikandung oleh makanan itu sendiri.

Tekstur merupakan salah satu kriteria mutu yang sangat penting pada suatu produk karena sangat mempengaruhi citra makanan (Deman,1997). Tekstur donat berhubungan dengan volume pengembangan.  Menurut Whister dan Daniel cit Imran (2000) interaksi antara pati dan protein penting untuk memberikan sturuktur pada adonan. Kekerasan pada tekstur biasanya disebabkan oleh tepung yang kuat, pemanggangan atau penggorengan yang berlebihan, jumlah aiyang kurang memadai atau pencampuranyang berlebihan.



b. Warna
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa penerimaan panelis yanmenyatakan suka dan sangat suka terhadapwarna donat kentang adalah berkisar 7090%. Donat kentang dengan pembekuan hari, 12 hari dan donat kentang tanpa pembekuan merupakan produk yang memiliki penerimaan panelis yang paling tinggi, yaitu 90%. Warna donat kentang tanpa pembekuan, dan donat kentang dengan pembekuan 6 hari dan 12 hari memiliki warna kuning kecokelatan yang hampir sama. Sedangkan warna donat kentang dengan pembekuan 18 hari, 24 hari dan 30 hari memiliki warna kuning kecokelatan yang lebih sedikit. Hal ini disebabkan karena lama pembekuan dapat memucatkan warna pigmen dan mempengaruhi flavour bahan pangan (Buckle, 1985).

Warna cokelat yang terjadi pada donat kentang merupakan hasil reaksi Maillard. Reaksi Maillard adalah reaksi nonenzimatis yang menyebabkan warna kecokelatan. Reaksi ini terjadi apabila dalam pangan terdapat gula pereduksi (gula aldosa) dan senyawa yang mengandung gugus amin (asam amino, protein dan senyawa lain yang mengandung gugus amin) (Kusnandar, 2010).

Muchtadi (1997) menambahkan bahwa selama dehidrasi, baik itu dehidrasi beku maupun pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna, tekstur, aroma, dan lain-lain Warna merupakan factor penting bagi makanan. Bersama-sama dengan bau rasa dan tekstur, warna memegang peranan penting dalam keterimaan makanan (Deman, 1997).

Penentuan mutu pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Tetapi, sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan,secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan terkadang sangat menentukan. Selain faktor yang menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan (Winarno, 2004). Produk pangan warna merupakan hal yang paling cepat dan mudah memberikan kesan tetapi paling sulit pengukurannya sehingga penilaiannya sangat bersifat subjektif.

c. Aroma
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa penerimaan panelis yang menyatakan suka dan sangat suka terhadap aroma donat kentang berkisar 65-90%. Donat kentang dengan pembekuan 6 hari merupakan produk yang memiliki penerimaan panelis yang paling tinggi, yaitu 90%.  Proses pembekuan tidak banyak menyebabkan  perubahan bau (aroma) yang dimiliki oleh donat kentang selama prosesnya. Sehingga bau (aroma) memiliki kecenderungan bau yang mirip sehingga sulit dibedakan.

Peranan aroma suatu produk sangat penting karena akan menentukan daya terima konsumen terhadap produk tersebut. Aroma juga menentukan kelezatan suatu produk pangan, serta cita rasa yang terdiri dari tiga komponen, yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut (Winarno, 2004). Aroma  merupakan sesuatu yang halus dan rumit yang ditangkap oleh indera yang mempunyai kombinasi rasa, bau dan rangsangan oleh lidah.
Menurut Soekarto (1981) aroma makanan ditentukan oleh baunya, industry pangan menganggap aroma sangat penting  diuji karena dapat memberikan penilaian terhadap hasil produksinya.

d. Rasa
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat penerimaan panelis yang menyatakan suka dan sangat suka terhadap rasa donat kentang berkisar 60-90% dimana donat kentang dengan pembekuan 6 hari merupakan produk yang memilikipenerimaan panelis yang paling tinggi, yaitu 90%. Hal ini disebabkan karena rasa donatkentang  pembekuan 6 hari memiliki rasayang empuk dibandingkan dengan donatkentang lainnya.

Rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan penerimaan atau penolakan terhadap bahan pangan oleh panelis. Walaupun aroma dan tekstur bahan pangan baik, akan tetapi rasanyatidak enak maka panelis akan menolak produk tersebut. Rasa dapat dinilai sebagai tanggapan terhadap ransangan yang berasal dari senyawa kimia dalam bahan pangan yang memberi kesan manis, pahit, asam dan asin (Soekarto, 1981).


  
BAB IV PENUTUP
1    1.  KESIMPULAN
1.      Karbohidrat sederhana terdiri dari monosakarida, disakarida, gula alcohol, dan oligosakarida
2.      Karbohidrat komplekas terdiri dari polisakarida, polisakari dan non pati/serat
3.      Reaksi Maillard dapat terjadi, misalnya selama produksi pembakaan roti. Kehilangan tersebut terutama terjadi pada bagian yang berwarna coklat (crust), yang mungkin karena terjadinya reaksi dengan gula pereduksi yang dibentuk selama proses fermentasi tetapi tidak habis digunakan oleh khamir (dari ragi roti).
4.      Tepung ganyong tidak mengandung gluten.  Tepung ganyong merupakan sumber karbohidrat seperti  tepung terigu, tetapi kandungan protein (gluten) tepung ganyong lebih rendah dibanding tepung terigu
5.      Kadar amilosa dan amilopektin sangat berperan pada saat proses gelatinisasi, retrogradasi dan lebih menentukan karakteristik pasta pati.
6.      Perbedaan jumlah tersebut menyebabkan perbedaan kandungan protein yang berasal dari tepung terigu dan karbohidrat dari tepung ubi jalar ungu (9,0 : 2,79) dan (77,0 : 83,81) yang menyebabkan terjadinya reaksi maillard. Menurut Winarno (1997:41), reaksi maillard merupakan reaksi antara karbohidart, khususnya gula pereduksi dengan NH2  dari protein yang menghasilkan senyawa hidroksimetilfurfural yang kemudian berlanjut menjadi furfural. Furfural yang terbentuk kemudian berpolimer membentuk senyawa melanoidin yang berwarna coklat.
7.      Perbedaan warna pada bagian luar roti tawar dikarenakan kandungan gula yang terkandung pada tepung ubi jalar ungu yang  cukup tinggi
8.      perbedaan warna bagian luar pada roti tawar juga bisa diakibatkan terjadinya reaksi maillard yang terjadi pada adonan karena perbedaan jumlah karbohidrat dan protein yang berbeda
9.      Adanya kandungan gula pada tepung ubi jalar ungu dan gula pada adonan membuat kandungan gula pada adonan menjadi tinggi sehingga pada saat adonan dioven maka akan terjadi proses karamelisasi pada adonan dan menimbulkan reaksi browning (munculnya warna coklat ) pada bagian luar roti tawar.
10.  Semakin lama pembekuan, derajat pengembangan donat kentang semakin menurun. Hal ini disebabkan karena menurunnya gluten pada donat kentang yang telah dibekukan setelah thawing. Menurunnya gluten disebabkan terjadinya denaturasi protein saat pembekuan.
11.  Lama pembekuan dapat memucatkan warna pigmen dan mempengaruhi flavour bahan pangan 
12.  Warna cokelat yang terjadi pada donat kentang merupakan hasil reaksi Maillard. Reaksi Maillard adalah reaksi nonenzimatis yang menyebabkan warna kecokelatan. Reaksi ini terjadi apabila dalam pangan terdapat gula pereduksi (gula aldosa) dan senyawa yang mengandung gugus amin (asam amino, protein dan senyawa lain yang mengandung gugus amin



DAFTAR PUSTAKA
  • http://indaharitonang-fakultaspertanianunpad.blogspot.com/2013/05/definisi-jenis-struktur-dan-fungsi.html
  • http://martafadhilah.blogspot.com/2011/10/studi-eksperimen-pembuatan-roti-tawar.html
  • h://pascapanen.litbang.pertanian.go.id/assets/media/publikasi/jurnal/j.Pascapanen.2004_1_4.pdf
  • Ali, Muhammad. 1985. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung : Transita
  • Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
  • Depdikbud. 1996. Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta : Bharata Karya Aksara
  • Kartika, Bambang. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta: UGM
  • Mantred Lange dan Bogasari Baking Center. 2006. Roti Teori dan Resep Internasional. Jakarta : PT. Gratika Multi warna
  • Mudjajanto, SetyonE dan Yulianti, L. N. 2004. Membuat Aneka Roti. Jakarta : Penebar Swadaya
  • Nunung. 2009. Rahasia Antigagal Membuat Aneka Kue Populer. Jakarta : Demedia
  • Paran, Sangkan. 2009. 100+ Tips Antigagal Bikin Roti, Cake, Pastry, dan Kue Kering. Jakarta : Kawan Pustaka
  • Sarwono, B. 2005. Ubi Jalar Cara Budi Daya yang Tepat Efisien dan Ekonomis Seni Agribisnis. Jakarta : Sluaelaya
  • Soekarto, Soewarto T. 1985. Penelitian Organoleptik. Jakarta : Bharata Karya Aksara
  • Sriboga Ratu Raya. 2005. Sekilas tentang Tepung Terigu dengan Aplikasinya : Semarang
  • Sudjana, 2002. Metode Statistik. Bandung : Tarsito
  • Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta Bandung
  • Suprapti, lies. 2003. Tepung Ubi Jalar. Yogyakarta : Kaninsius
  • U.S. Wheat Associates, 1983. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Djambatan
  • Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti. Jakarta : Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dan Departemen Pendidikan Nasional
  • Winarno, F.G.1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka utama
  • www.bogasariflour.com browsing on 28 Desember 2010
  • Afriyanti, Leni Herliani. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta: : Bandung AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Assiciation of Official Analytical.
  • Astuti, Sri Mulia.2009.Teknik Pengaturan Suhu dan Waktu Pengeringan Beku BawangDaun (Allium fistulosum L.). BuletinTeknik Pertanian vol.14 No.1,2009 
  • Buckle, dkk. 1985. Ilmu Pangan. UI Press.Jakarta  
  • Dahlia, dkk. 2011. Refrigerasi Hasil Perikanan.Universitas Riau: Riau
  • Deman, John M. 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung: Bandung
  • Desrosier. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia: Jakarta 
  • Effendi, Supli. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta: Bandung
  • Indriani. 2011. Donat Goreng dan Panggang. PT.Gramedia Pustaka  Utama: Jakarta
  • Imran Jan, M.S. 2000. Prospek Tepung Ubi Kayu (Manihot Esculenta) sebagai Substitusi dalam Pembuatan Donat. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian: Institut Pertanian Bogor 
  • Ketaren S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press: Jakarta
  • Kusnandar,Feri. 2010. Kimia Pangan. PT.Dian Rakyat: Jakarta
  • ohana, Ainun. 2002. Pembekuan. Universitas Sumatera Utara: Medan
  • Rospiati, Epi. 2006. Evaluasi Mutu dan Nilai Gizi
  • SNI (Standar Nasional Indonesia). 2000. Syarat Mutu Donat .01-2000
  • Sudarmadji, S.Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan  Pertanian. Yogyakarta. Liberty. 160 hal.
  • Muchtadi, Tien R. 1997. Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pengolhan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor
  • U.S,Wheat Associates, 1983. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Djambatan:Jakarta
  • Viona. 2003. Pengaruh Pencampuran Tepung Tapioka terhadap Karakteristik Fisiko Kimia dan Organoleptik Kerupuk Sagu dengan Cita Rasa Ikan Lele.[Skripsi] Fakultas Pertanian Universitas Andalas.Padang  
  • Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
  • Winarno F.G. 2007. Teknobiologi Pangan. MbrioPress
  • Collison, R. 1968. Swelling and Gelation of Starch. Di dalam : Radley,J.A. (ed). Starch and Its Derrivatives. Chapman and Hall, Ltd. London.
  • Juliano, B.O. dan Kongseree. 1968. Physic Chemical Properties of Rice Grain and Starch from line differing in amilosa content and gelatinization temperature. J. Agric and Food Chem. 20:714-717.
  • Wahid A.S., N. Richana dan Djamaluddin C. 1992. Pengaruh umur panen dan pemupukan terhadap hasil dan kualitas ubikayu varietas gading dan Adira-4. Titian Agronomi. Buletin Penelitian Agronomi. Vol 1:
  • Jane, J., Y.Y. Chen, L.F. Lee, A.E. McPherson, K.S. Wong, M. Radosavljevics, and T. Kasemsuwan. 1999. Effect of amylopectin brain chain length and amylose content on thegelatinization and pasting properties of starch. Cereal Chem. 76(5): 629 – 637.